JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menetapkan lelang tertutup untuk sejumlah proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Sumatera. Hal itu sesuai dengan regulasi terbaru di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang termuat dalam Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang revisi kedua Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Kepala Divisi Energi dan Terbaruk PLN, Tohari Hidayat menyebutkan sekitar 80 titik lokasi PLTS yang akan dikembangkan di Sumatera dengan total kapasitas sekitar 168 mega watt (MW). "Kita sedang membuka lelangnya dengan mekanisme lelang tertutup. Kita memilih pengembang-pengembang yang qualified," ungkapnya dalam diskusi terkait energi terbarukan di Jakarta, Rabu (30/8).

Lelang tertutup diakui lebih efektif ketimbang mekanisme secara terbuka. Mekanisme ini juga untuk menghindari mangkraknya pengembangan pembangkit. PLN berupaya menjamin kualitas dari proyek yang dikembangkan, sehingga bisa menjawab kebutuhan masyarakat setempat.

Adapun lokasinya mulai dari Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan. Lokasi-lokasinya sudah dikaji sesuai dengan kesiapan sistem PLN.

Tohari menyebutkan PLN tengah menggenjot pemanfaatan energi surya. Itu sebagai bagian dari upaya perusahaan mendorong bauran energi dari sektor energi terbarukan (EBT) menjadi 23 persen pada 2025.

Selain di Sumatera, pada 2 Agustus lalu, PLN juga menandatangani kontrak beberapa PLTS di Lombok, Mihanasa dan Gorontalo dengan total kapasitas sekitar 45 MW serta investasi sekitar 45 juta dollar AS. PLN juga akan melelang sejumlah proyek PLTS di seluruh Indonesia dengan total kapasitas mencapai 423 MW.

Minim Dukungan

Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Ali Herman Ibrahim menilai masalah utama lambatnya pengembangan EBT di Tanah air terletak pada regulasi dan koordinasi antara Kementerian. Koordinasi sering tidak berjalan antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. ESDM mendukung tetapi di sisi lain terganjal aturan di Kemenkeu.

Persoalan lainnya terkait dengan aturan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya berkenaan pembebasan lahan. Apabila hutan produksi atau hutan lindung harus diganti dua kali. Di Jawa misalnya harus dua kali. Pengusaha minta hanya sekali saja karena memberatkan.

Terkait harga, menurut Ali, harga EBT harus merefleksikan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membangunya. Itu mulai dari suku bunga, pembebasan lahan, dan konstruksi yang harus dibayar. ers/E-10

Baca Juga: