JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong PLN di bawah manajemen baru untuk konsisten dalam perencanaan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Ketua Komite Tetap Kadin bidang Energi Baru dan Terbarukan, Muhammad Yusrizki, dalam keterangannya di Jakarta mengatakan pihaknya menanti kolaborasi antara sektor swasta dan PLN mengingat tanggung jawab kedua belah pihak sangat krusial dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan EBT di Indonesia.

Indonesia, jelasnya, memiliki banyak pekerjaan rumah terkait pemanfaatan EBT seiring dengan gelombang gerakan net zero emission di seluruh dunia.

Untuk itu, salah satu bentuk kolaborasi yang sedang dirancang Kadin dan PLN antara lain melakukan inovasi pada sisi pengadaan EBT supaya lebih transparan dan lebih adaptif terhadap pertumbuhan permintaan tenaga listrik.

Ia memastikan teknologi EBT secara natural merupakan teknologi yang modular karena dapat dengan cepat melakukan ekspansi kapasitas apabila diperlukan.

Karakteristik ini, lanjut dia, berbeda dengan pembangkit fosil di mana ada satuan kapasitas tertentu yang diperlukan untuk mencapai efisiensi dan economic feasibility.

"Sudah saatnya PLN memanfaatkan karakteristik modular dari teknologi EBT, terutama untuk program dedieselisasi yang menurut Kadin menjadi jalan masuk yang terbaik untuk peningkatan pemanfaatan EBT di Indonesia," kata Yusrizki.

Dalam kesempatan ini, Yusrizki mengajak PLN beserta pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk asosiasi-asosiasi yang mewakili industri EBT untuk duduk bersama dan bertukar pikiran mengenai inovasi pengadaan yang layak dipertimbangkan.

"Banyak sekali poin-poin menarik dari asosiasi EBT. Apakah misalnya kita akan menggunakan metode reverse auction terkait pengadaan PLTS untuk penggantian diesel atau akan menggunakan metode pengadaan per kluster seperti sudah banyak disebutkan, dan apa pola ekspansi yang diperlukan apabila terjadi peningkatan permintaan listrik," katanya.

Langkah Strategis

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, yang diminta pendapatnya mengatakan PLN harus menyambut positif kemauan dunia usaha untuk terlibat dalam pengembangan EBT melalui langkah strategis. Mulai dari lelang Wilayah Kerja (WK) proyek secara reguler dan berkala sesuai rencana rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) hijau.

"PLN juga harus melakukan lelang reverse auction untuk pembangkit listrik tenaga surya dan bayu skala besar dalam jangka waktu satu hingga dua tahun mendatang,"tegas Fabby.

Begitu pula proses pembahasan Power Purchase Agreement (PPA) sebaiknya tidak bertele-tele, tetapi punya template standar yang jadi panduan agar risiko terukur sejak awal.

"Selama ini bisa 9-12 bulan, seharusnya kurang dari enam bulan jadi proyek bisa cepat dieksekusi dan waktu tunda bisa dikurangi," katanya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto, mengatakan pemerintah dan PLN harus memiliki perencanaan matang untuk mendukung upaya transisi menuju EBT. "Kalau memang serius ingin bertransisi ke arah energi terbarukan, kita harus punya road map perencanaan yang jelas, baik PLN atau pemerintah, agar kebijakan yang diambil konsisten dengan perencanaan," tutupnya.

Baca Juga: