» Satgas BLBI harus menjadikan momentum ini sebagai babak baru dalam mengejar debitur BLBI yang tidak tersentuh selama 23 tahun.

» Upaya menagih piutang BLBI memang tidak mudah karena para pengemplang rata-rata para pengusaha kelas kakap yang merasa punya back up yang kuat.

JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) diimbau bekerja lebih cepat menagih piutang negara kepada para pengemplang. Hal itu dimaksudkan agar dana yang diperoleh bisa dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi fiskal, terutama membantu membiayai belanja negara yang semakin meningkat seiring dengan upaya memerangi dampak pandemi Covid-19.

Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan kalau Satgas telah menetapkan target waktu untuk penagihan maka akan menjadi babak baru dalam episode mengejar debitur BLBI yang hampir 23 tahun seolah sulit disentuh.

"Dengan total piutang mencapai 110 triiliun rupiah, saya kira akan sangat bermanfaat pada upaya pemerintah melakukan konsolidasi fiskal di tahun depan," kata Rendy, di Jakarta, Minggu (18/7).

Menurut dia, piutang tersebut bisa digunakan untuk mendorong belanja di masa transisi pemulihan ekonomi pada dua tahun mendatang.

Ia juga menyarankan Satgas menyiapkan perangkat bagi debitur yang nakal dan tidak punya niat membayar kewajibannya kepada negara melalui penyitaan aset.

"Perlu ada penilaian aset-aset yang berpotensi disita nantinya," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan komitmen awal dibentuknya Satgas tersebut melalui Keppres. Satgas, jelasnya, diharapkan tidak hanya menjadi babak baru penagihan piutang BLBI, tetapi harus bisa mengemban amanah yang lebih besar dengan menyelesaikan obligasi rekap yang selama ini membelenggu keuangan negara.

"Saya kira momentumnya pas dan harus terselesaikan sesuai harapan publik supaya pada akhirnya APBN tidak terbebani lagi," pungkas Rendy.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan bila tidak kunjung memberikan hasil, bisa dikatakan bahwa kinerja Satuan Tugas BLBI lambat.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo diharapkan mendorong Satgas untuk menjalankan tugasnya, mengingat dana negara tersebut sangat dibutuhkan untuk pemulihan krisis akibat dari pandemi Covid-19.

"Lemot sekali, harus dicari apa penyebabnya. Ini kan langkah hukum, penyebabnya adalah tidak ada aparatur hukum yang berani pasang badan menghadapi hambatan ini. Karena skandal ini terkait uang besar, tentu hambatannya juga karena menyangkut para pengusaha kakap," kata Wibisono.

Harus Diganti

Menurut dia, jika aparat yang penegak hukum yang masuk dalam Satgas enggan menindak para pengemplang maka mereka harus ditarik dan diganti dengan aparat lainnya, yang lebih berani dan berintegritas.

"Sapunya harus dibersihkan dahulu. Presiden sebagai Kepala Negara perlu menekan Satgas menjalankan tugasnya, bahkan kalau perlu mengganti angggotanya dengan sosok-sosok aparat yang mampu menjalankan tugas tersebut," katanya.

Dia mengakui, upaya tersebut tidak mudah karena melihat dari sedemikian lama mereka mengemplang tanpa rasa berdosa menunjukkan para debitur tersebut merasa kebal dan mampu mengendalikan aparat penegak hukum.

"Tidak mungkin bisa berlarut sampai 20 tahun kalau mereka tidak ada yang back up," kata Wibisono.

Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, Rionald Silaban, menyampaikan pihaknya kini tengah menyusun peta jalan. Satgas, jelasnya, masih dalam tahap meneliti kesiapan dokumen yang dibutuhkan untuk menjadi dasar pada saat penagihan.

"Ini bagian dari proses. Tim meneliti kesiapan dokumen dari beberapa angle. Percayalah, kita bekerja secepat mungkin hingga Desember 2023," kata Rionald dalam keterangan persnya di Jakarta, pekan lalu.

Menurut dia, total aset piutang BLBI tercatat mencapai 110,45 triliun rupiah, Satgas BLBI menargetkan akan menagih piutang sebesar 70,45 triliun rupiah dari para debitur perampok dana BLBI.

Selain para debitur, Rio mengatakan piutang lainnya senilai 40 triliun rupiah berasal dari obligor BLBI yang terdiri dari 30 triliun rupiah merupakan piutang obligor bekas penanganan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan 10 triliun rupiah lainnya berasal dari Bank Dalam Likuidasi (BDL).

Adapun piutang yang tak kunjung dibayar tersebut berasal dari 22 pihak obligor, dan 12.000 berkas debitur. Data-data aset dari mereka akan dikumpulkan oleh Satgas BLBI, meskipun kasus tersebut terjadi sejak dua puluh tahun lalu.

n ers/SB/E-9

Baca Juga: