Agar partainya tetap bisa menentukan arah oposisi, Pita Limjaroenrat pada Jumat (15/9) menyatakan mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Move Forward.

BANGKOK - Pita Limjaroenrat, yang partai reformisnya memenangkan kursi terbanyak pada pemilu nasional Thailand pada Mei, pada Jumat (15/9) mengundurkan diri sebagai pemimpin Partai Move Forward (MFP).

Pita sebelumnya berhasil memimpin MFP ke posisi teratas dalam pemilu Mei lalu setelah memanfaatkan gelombang besar pemilih yang kecewa dengan pemerintahan yang didukung junta selama hampir satu dekade, sebelum ia dihadang oleh kelompok konservatif dan diskors dari jabatannya sebagai anggota parlemen.

MFP kemudian meninggalkan kemitraan dengan saingannya dari oposisi, Pheu Thai, yang kemudian membentuk pemerintahan koalisi dengan partai-partai pro-militer, dan MFP kemudian mengatakan mereka akan menjadi oposisi.

"Saya mengundurkan diri sebagai ketua MFP untuk membuka jalan bagi seorang anggota parlemen yang mampu bersuara di parlemen, menjadi pemimpin oposisi," tulis Pita di laman Facebook resminya.

Berdasarkan peraturan saat ini, pemimpin oposisi haruslah seorang anggota parlemen.

"Karena skorsing saya sebagai anggota parlemen, saya tidak akan bisa mendapatkan posisi anggota parlemen dan menjadi pemimpin oposisi dalam waktu dekat," tulis Pita.

Pita diskors pada Juli lalu sambil menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi atas kepemilikan sahamnya di perusahaan media yang kini sudah tidak beroperasi lagi.

Anggota parlemen dilarang memiliki saham media, berdasarkan konstitusi Thailand.

Pita menekankan pentingnya peran ketua partai tersebut dengan menulis bahwa peran tersebut seperti haluan (kapal) yang menentukan arah oposisi.

"Perlu diadakan rapat umum partai untuk memilih pemimpin baru," kata anggota parlemen MFP, Rangsiman Rome ,kepada AFP, namun tidak menjelaskan secara spesifik kapan rapat umum itu akan digelar.

Tetap Terlibat

Pita, 43 tahun, sebelumnya telah menghadapi serangkaian tantangan, baik politik maupun hukum, yang menghadangnya sejak kemenangan mengejutkan MFP dalam pemilu Mei lalu.

Dia keluar dari pencalonan perdana menteri setelah pencalonannya yang pertama gagal di tangan Senat yang ditunjuk oleh junta, dan kesempatan keduanya ditolak oleh anggota parlemen.

Anggota parlemen konservatif merasa takut dengan keberhasilan Pita dan MFP serta tekad mereka untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang ketat.

Di luar parlemen, Mahkamah Konstitusi juga mempertimbangkan kasus kedua yang menyatakan bahwa janji kampanye MFP untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand, sama saja dengan rencana untuk menggulingkan monarki.

Tidak jelas kapan pengadilan akan memutuskan kedua kasus tersebut, namun Pita menghadapi diskualifikasi dari parlemen dan bahkan kemungkinan hukuman penjara jika ia menghadapi penyelidikan kriminal. AFP/I-1

Baca Juga: