Yang lebih fatal lagi adalah pelanggaran protokol kesehatan itu dilakukan dan dibiarkan terjadi di depan aparat penegak hukum dan pengawas pemilu.

Komisi Pemilihan Umum ( KPU) telah selesai menggelar tahapan pendaftaran calon kepala daerah. Masa pendaftaran Pilkada 2020 dimulai Jumat (4/9) dan ditutup Minggu (6/9) pukul 24.00 WIB.

Data sementara, ada 687 bakal pasangan calon kepala daerah yang mendaftar ke KPU. Rinciannya, sebanyak 22 bakal pasangan calon mendaftar sebagai gubernur dan wakil gubernur, 570 bapaslon mendaftar sebagai calon bupati dan wakil bupati, serta 95 bapaslon mendaftar sebagai calon wali kota dan wakil wali kota.

Khusus untuk 28 daerah yang baru memiliki bakal pasangan calon (bapaslon), KPU memutuskan memperpanjang masa pendaftaran Pilkada Serentak 2020. Pasal 102 Ayat (2) dan (3) Peraturan KPU No 1 Tahun 2020 menyebutkan bahwa KPU daerah bisa memperpanjang masa pendaftaran selama tiga hari jika hanya ada satu bapaslon yang mendaftar.

Yang menjadi sorotan kita kali ini adalah dari 687 bapaslon yang mendaftar, ada ratusan bapaslon yang diduga melanggar aturan protokol kesehatan Covid-19. Mereka nekat membawa rombongan massa saat mendaftar, meski saat ini masih dalam kondisi pandemi.

Aturan dan imbauan yang disampaikan para pemangku kepentingan pun tidak diindahkan. Pasal 49 Ayat (3) PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam telah mengatur bahwa yang dibolehkan untuk hadir saat pendaftaran adalah ketua dan sekretaris atau sebutan lain partai politik dan/atau gabungan partai politik pengusul dan bakal pasangan calon, serta bakal pasangan calon perseorangan. Sementara itu, pendukung bakal paslon dapat mengikuti proses pendaftaran melalui siaran langsung yang ditampilkan setiap KPU daerah.

Kerumunan massa dalam tahapan pilkada ini akan menjadi contoh buruk dalam penerapan protokol kesehatan. Saat pemerintah sedang gencar-gencarnya menyosialisasikan protokok kesehatan- memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan-, secara kasat mata rakyat dipertontonkan pelanggaran yang dilakukan oleh bapaslom.

Yang lebih fatal lagi adalah pelanggaran protokol kesehatan itu dilakukan dan dibiarkan terjadi di depan aparat penegak hukum dan pengawas pemilu.

Padahal, saat ini angka penambahan pasien positif Covid-19 masih tinggi. Data pemerintah pada Senin (7/9), pukul 12.00 WIB memperlihatkan 2.880 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan kasus Covid-19 di Tanah Air kini mencapai 196.989 orang, terhitung sejak diumumkannya kasus pertama pada 2 Maret 2020. Seharusnya kondisi ini menjadi perhatian semua pihak termasuk pasangan calon kepala daerah.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, selama dua hari pendaftaran peserta Pilkada 2020, terjadi 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah. Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran. Hari pertama 141 dugaan pelanggaran dan hari kedua 102 dugaan pelanggaran.

Para bakal pasangan calon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test sebagai syarat verifikasi berkas pencalonan.

Bila kita tidak peduli dengan aturan protokol kesehatan selama proses pilkada serentak 2020, bukan tidak mungkin kontestasi demokrasi ini akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

Karena itu KPU, Bawaslu dan aparat kepolisian harus tegas menindak dan memberikan sanksi apabila ditemukan pelanggaran sebagaimana telah diatur dalam peraturan yang berkaitan dengan protokol kesehatan Covid-19.

Setidaknya ada empat pasal dalam peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menindak kerumunan pelanggar protokol kesehatan di pilkada.

Pertama, Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Kemudian, Pasal 93 UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan. Selanjutnya, ada Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Lalu, Pasal 212 KUHP. Ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dengan penerapan protokol kesehatan di antaranya, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/382/2020. ν

Baca Juga: