Warga hendaknya memilih pemimpin yang menghormati keberagaman, hak asasi manusia, dan peduli pada mereka yang terpinggirkan.

SURABAYA - Menghadapi pemilu masyarakat sudah harus mulai bisa memperhatikan para calon pemimpin dengan melihat rekam jejak, kestabilan psikologis serta kemampuan mereka dalam berdiri bersama rakyat dan pemilih. Pilih pemimpin yang menghormati keberagaman, hak asasi manusia (HAM), dan peduli pada mereka yang terpinggirkan.

Hal itu dikatakan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, pada acara seminar dan silaturahmi persaudaraan lintas iman untuk Indonesia yang lebih baik, di DBL Arena Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (13/1).

"Kita harus bisa melihat pemimpin mana yang memiliki keutamaan, yaitu mereka yang memiliki kematangan emosi, kearifan dan kebijaksanaan, menghormati keberagaman, hak asasi manusia dan peduli pada mereka yang terpinggirkan," tandas Benny.

Menurut siaran pers yang diterima Koran Jakarta, Senin (15/1), doktor komunikasi politik tersebut mengingatkan warga harus sadar bahwa pemilu sebagai sarana demokrasi yang ideal dan benar-benar adil adalah suatu hal yang utopis. Di lapangan masyarakat menghadapi kenyataan bahwa ongkos pemilu yang mahal menjadikan hal yang seharusnya menjadi perayaan dan penghormatan terhadap demokrasi ini menjadi hal yang penuh intrik, dinamika, dan transaksi.

"Pada akhirnya kita harus kembali pada pandangan Romo Magnis tentang minus mallum atau lesser evil yang menyatakan bahwa kita harus memilih mereka yang dosanya paling sedikit dari para para calon yang ada pada pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada Februari 2024," kata Benny.

Menjaga Persatuan

Lebih lanjut, Benny menyatakan selama ini Indonesia mampu melaksanakan demokrasi dengan baik dan suksesi kepemimpinan yang relatif damai dan tanpa kekerasan. Indonesia bersama Pancasila terbukti mampu menjaga persatuan dan kesatuan di tengah tantangan ideologi lain yang mencoba merangsek dan karenanya warga harus dapat senantiasa menjaga kestabilan tersebut khususnya dalam momen pesta demokrasi ini.

"Kita harus menyadari dalam era digital ini sifat buruk bangsa Indonesia benar-benar tergali, kita tak sadar menjadi pribadi yang melodramatis. Mudah terjebak pada romantisme dan masa keemasan masa lalu serta menjadi mereka yang bersumbu pendek, mereka yang menjadi komunitas pengiya kata yang membagikan hal dan informasi tanpa menyaringnya terlebih dahulu," kata Benny.

Oleh karena itu, dia mengharapkan setiap peserta seminar kebangsaan dapat selalu menjadi agen perubahan, agen demokrasi, dan agen pengedukasi dalam upaya menjaga pemilu yang berkualitas.

Benny menyatakan para pemilih potensial adalah generasi Z. "Kita harus bisa mengajak dan membawa mereka untuk dapat memilih secara rasional dan tidak terjebak memilih atas dasar afeksi, pengkultusan figur tertentu, politik identitas, dan romantisme masa lalu yang digunakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraih kekuasaan," katanya.

Masyarakat, khususnya para gen Z, harus dibuat sadar bahwa martabat tidak bisa direduksi dengan uang dan identitas. Benny mengingatkan menjadi bermartabat berarti mereka benar-benar bisa memilih atas dasar pikiran sehat dan terhormat.

Baca Juga: