Sekuat apa pun, manusia perlu mengecas kembali semangat hidup. Cara terbaik untuk menimba energi baru adalah doa. Di tengah kepenatan, kebisingan, keputusasaan, atau kegembiraan sekalipun, doa menjadi sumber energi dahsyat agar seseorang tak lumpuh menghadapi hidup yang semakin berat dan penuh tantangan. Itulah yang disebut retret.

Berwisata tak selamanya harus serbahura-hura, lari-lari di pantai, atau melancong di kota-kota. Berwisata bisa juga justru menarik diri sejenak dari hiruk-pikuk sehari-hari ke tempat sunyi guna mendekatkan diri dengan Tuhan dan alam untuk menimba kekuatan, itulah yang disebut retret. Ini mungkin wisata lain dari rekreasi umum. Retret dari bahasa Prancis retire (menarik diri) dari keramaian untuk mencari keheningan.

Begitulah maksud pembangunan rumah doa di Bukit Rhema, Magelang, Jawa Tengah, sebagaimana banyak dijelaskan pemiliknya, Daniel (75). "Tidak seperti gereja ya. Tapi sangat unik," ujar wisatawan dari Italia, Francesco. Pria yang datang bersama pasangannya, Mailys, ini amat mengagumi tempat doa tersebut.

Tempat ini mencuat menjadi sangat terkenal setelah menjadi tempat shooting film AADC2. Masyarakat mengenalnya sebagai Gereja Ayam. Meski pemiliknya beragama Kristen, di sini terdapat tempat doa dari semua agama yang diakui negara. Daniel juga membangun ruang-ruang doa privat di bagian bawah bangunan. Ada 26 ruang doa sangat pribadi ukuran 2 x 2 meter dan 2 x 6 meter. Siapa saja boleh berdoa di sini baik pribadi maupun berkelompok.

Ini memang bukan gereja karena tidak ada bentuk ataupun atribut gereja. Lebih tepat memang sebagai rumah doa sebagaimana dimaksudkan pemiliknya. Seperti biasa, yang berbau tempat-tempat doa tidak mudah diterima warga. Tempat doa ini pun pernah ditolak warga. Namun setelah menjadi destinasi wisata, kini semua berjalan baik. Malah ada lebih dari 20 warga yang menjadi pekerja.

Kelihatannya, sekarang juga lebih murni tempat wisata. Ketika Koran Jakarta mengamati beberapa waktu, tak ada satu pun orang berdoa. Yang ada kegiatan berekreasi, foto-foto, lihat-lihat dan tentu saja selfie-selfie. Semua pelancong hanya melihat-lihat isi ruangan, tak ada yang masuk ke tempat-tempat doa. Padahal ini dibangun untuk memberi masyarakat sebuah ruang intim dengan Tuhan. Ini juga tepat disebut tempat retret karena lokasinya sunyi dalam ketinggian perbukitan yang tenang.

Berawal dari Mimpi

Semua berawal dari mimpi. Pemiliknya, Daniel, mendapat vision di dalam tidur berdasarkan Alkitab Perjanjian Lama sebagaimana tertulis dalam Kitab 1 Tawarikh 28:10, "Camkanlah sekarang, sebab Tuhan telah memilih engkau untuk mendirikan sebuah rumah menjadi tempat kudus. Kuatkanlah hatimu dan lakukanlah itu." Dari sini, warga asli Lampung itu entah kenapa saat jalan-jalan ke Magelang lalu sampai di bukit itu. Daniel merasa bahwa lokasi ini mirip sebagaimana dalam mimpi yang terjadi tahun 1989 tersebut.

Bukit ini juga disebut punthuk. Dalam bahasa Jawa, punthuk berarti tanah agak tinggi, tidak datar. Dia lalu membeli lahan tersebut, dan dimulailah mewujudkan bangunan seperti diperintahkan dalam mimpi. Lokasi ini hanya sekitar dua atau tiga kilometer ke arah barat lalu ke utara dari Candi Borobudur. Konstruksinya dibuat seperti merpati dengan puncak mahkota duri yang dikenakan bangsa Yahudi saat menyalibkan Yesus.

Dari crown ini, pelancong dapat memandang alam sekitar tanpa terganggu atau terhalang, di antaranya Gunung Sumbing, Tidar, Merbabu, Merapi, dan Suroloyo yang sangat mengagumkan. Paling eksotik, subuh sudah berada di lokasi agar dapat menyongsong keindahan matahari terbit.

Untuk bisa sampai di lokasi, masyarakat dari Jakarta bisa naik pesawat Sriwijaya Air atau Garuda dari Soekarno Hatta dan mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta atau Ahmad Yani, Semarang. Wisatawan juga bisa naik bus malam turun di Magelang dan lanjut naik ojek atau menyewa mobil.

Kendaraan disiapkan tempat parkir, Ongkos parkir mobil 10.000 rupiah. Perlu persiapan fisik karena dari tempat parkir, pelancong harus berjalan amat menanjak, setelah membeli tiket 15.000 rupiah. Sampai dataran tinggi, wisatawan bisa menikmati kopi atau teh sebentar. Ada beberapa kedai yang sudah buka sejak subuh.wid/G-1

Pagi Lebih Direkomendasi

Para wisatawan diusulkan datang pagi-pagi menjelang matahari terbit bukan tanpa alasan. Pada pagi hari, turis dapat menikmati keindahan matahari terbit. Mereka juga dapat menikmati kebiruan pemandangan gunung-gunung. Awan-awan di bagian sejauh mata memandang di sekeliling Bukit Rhema ini juga sangat menakjubkan. Datang pagi juga menguntungkan karena bisa menikmati kesegaran perjalanan yang mendaki, tidak terlalu berat. Berbeda kalau didaki pada siang hari, tentu lebih berat.

Setelah itu dapat menikmati berbagai suduhan di kedai yang ada di bagian belakang "Gereja Ayam". Ada kopi, teh, dilengkapi berbagai camilan tradisional, seperti singkong rebus dan goreng. Malahan tiket masuk bisa ditukar singkong goreng. "Kalau hari biasa, wisatawan yang datang sekitar 200-an. Pada akhir pekan bisa mencapai 500. Pas Lebaran kemarin lebih dari 1.000 pengunjung," kata seorang penjaga kedai, Ita.

Menurutnya, saat ini "Gereja Ayam" masih dikelola Daniel sebagai pemilik. "Dia juga mengelola panti untuk berbagai rehabilitasi, seperti korban narkoba dan kejiwaan," tambah Ita. Sungguh asyik duduk di bagian pinggir dengan memandang keindahan gunung sambil menyedu kopi atau teh.

Setelah selesai menikmati kopi dan puas memandangi keindahan alam, turis bisa berkeliling ke bagian-bagian dalam "Gereja." Di bagian tengah ada semacam aula yang besar. Di belakang aula lalu ke bawah merupakan ruang-ruang doa berukuran kecil dengan suasana tenang. Ada juga "Wall of Hope" tempat para pengunjung menempelkan kertas akan harapan-harapan dalam hidup. Kemudian tour selanjutnya, pengunjung akan menemukan ruang-ruang doa dari keenam agama yang diakui di Indonesia.

Di bagian depan, pelancong bisa menuju puncak (crown/mahkota duri penyaliban Yesus). Sebelum sampai puncak, turis akan melewati beberapa tingkat. Di tiap tingkat banyak diorama foto-foto pemandangan alam, gunung-gunung atau candi-candi yang bagus.

Nah, di bagian puncak atau mahkota inilah, pelancong dapat menyapu pandang "seluruh" alam tanpa terganggu halangan. Di sini pula orang banyak melakukan pengabadian secara berkelompok atau selfie. Dari puncak tersebut, turis juga bisa memotret "tubuh burung merpati" ini dari bagian leher hingga ekor. Nah, untuk apalagi, silakan datang berdoa atau sekadar menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan yang menghijau. wid/G-1

Baca Juga: