Lebih dari sebulan sebelum turnamen Piala Dunia FIFA dimulai di Qatar, Doha telah mulai menyelenggarakan turnamen sepak bola lainnya, yakni Piala Dunia Anak Jalanan.

Dilangsungkan setiap empat tahun sekali di negara yang sama yang menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA, Piala Dunia Anak Jalanan ditujukan untuk merayakan bakat anak-anak rentan dari seluruh dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Tahun ini, 28 tim dari 24 negara, mewakili anak-anak jalanan dari seluruh dunia, diberi kesempatan untuk merasa dihargai oleh masyarakat.

Meski mempertontonkan aksi anak jalanan, acara ini sebetulnya mempertemukan anak jalanan dan mantan anak jalanan yang berhasil mengubah hidup mereka, seperti dari Brasil, Afrika Selatan, Nikaragua, Ukraina, India, Filipina, dan Tanzania.

Menurut CEO Piala Dunia Anak Jalanan, John Wroe, turnamen ini dirancangnya dulu karena terinspirasi oleh seorang anak laki-laki yang ditemuinya di Afrika Selatan.

"Saya bertemu dengan seorang anak laki-laki bernama Andelay yang senang bermain sepak bola. Ia telah berada di jalanan selama sepuluh tahun dan ia berkata kepada saya: ketika orang melihat saya di jalanan, mereka berkata, saya adalah anak jalanan, tetapi ketika mereka melihat saya bermain sepak bola, mereka berkata, saya adalah manusia. Saya adalah orang seperti Anda. Dan itu memberi saya ide untuk menyelenggarakan Piala Dunia Anak Jalanan," papar Wroe.

Turnamen ini tidak hanya merayakan kecintaan anak-anak jalanan terhadap sepak bola, tapi juga mengadvokasi hak-hak mereka, seperti identitas, perlindungan dari kekerasan, akses ke pendidikan dan kesetaraan gender. UNICEF mengatakan sekitar 356 juta anak hidup dalam kemiskinan ekstrem di seluruh dunia.

Saddock John adalah salah satu mantan anak jalanan itu. Sadock tumbuh di jalanan Tanzania, bermain sepak bola dan menjadi bagian dari berbagai geng yang akan membobol rumah.

Dia mengatakan ayahnya adalah orang yang sangat kaya, tetapi hidup berubah ketika ayahnya itu meninggalkan keluarga. "Ayah saya tadinya adalah penjaga gawang tim militer di desa saya. Kakak-kakak saya juga bermain sepak bola, jadi olahraga ini seperti saya mengikuti jejak mereka," ucap John.

John kemudian menuturkan bahwa ia dibesarkan oleh seorang ibu tunggal di Mwanza setelah ayah saya meninggalkan keluarga. Setelah ayahnya meninggalkan keluarga, ibunya melakukan segalanya tetapi sebagian besar waktu dia sakit dan dirinya harus keluar untuk mencari apapun agar bisa menyuguhkan makanan di atas meja untuk keluarganya.

"Saya adalah anak kelima di antara enam anak laki-laki dalam keluarga. Kehidupan di jalanan sangat keras. Anda harus mencuri, melakukan apa saja, untuk bertahan hidup. Sementara bermain sepak bola di jalanan sangat menyenangkan karena itu adalah salah satu cara untuk memblokir semua hal lain dan menghilangkan stres yang saya alami," ucap dia.

Namun sepak bola juga membuat John menyadari bahwa hidup lebih dari apa adanya saat itu. "Saya tidak malu berbagi cerita saya, tentang bagaimana saya berakhir di jalanan dan bagaimana saya bangkit dari sana. Menjadi anak jalanan bukanlah akhir dari perjalanan. Anda dapat melakukannya jika Anda fokus pada apa yang Anda inginkan. Bagi saya, itulah sepak bola saat itu,"ungkap John.

Kepandaiannya memainkan bola bundar di jalanan menarik perhatian sebuah sekolah sepak bola yang kemudian merekrutnya. John kemudian terpilih bermain untuk tim Tanzania di Piala Dunia Anak Jalanan pertama di Afrika Selatan pada 2010 di mana ia mencetak gol pertama.

Empat tahun kemudian di Rio 2014, John menjadi pelatih tim Tanzania. Ia kemudian menghadiri Piala Dunia Anak Jalanan pada 2018 sebagai sosok pemimpin muda berbakat.

"Sepak bola bagi saya berarti segalanya karena itu adalah hal pertama yang membuat saya mendapat sorotan dan menunjukkan kepada orang lain betapa berharganya saya," kata John.

Jadi Pelatih

John pun menuturkan bahwa sebagai seorang anak, dirinya bermimpi menjadi pesepakbola. "Itu adalah tujuan utama saya, bermain sepak bola di level yang lebih tinggi, menjadi sukses. Tapi saya harus menjaga keluarga saya dan mencari uang," kata dia. "Itu sebabnya saya tidak berhasil dalam sepak bola. Di komunitas saya, ketika Anda bermain sepak bola, jika Anda bertambah tua dan tidak memberikan uang kepada keluarga, orang-orang mulai berbicara dan mengatakan bahwa Anda membuang-buang waktu," imbuh dia.

Lalu ketika tumbuh dewasa, John tahu dirinya ingin menjadi pengusaha dan aktor. "Dan itulah fokus saya saat ini," ungkap dia.

Saat ini John tinggal sekitar 30 menit dari tempatnya dibesarkan dan ia memiliki toko pakaian. Sambil menjalankan bisnisnya, John tetap meluangkan waktu untuk melatih anak-anak bermain sepak bola di komunitasnya.VoA/Al Jazeera/I-1

Baca Juga: