Selama ini pemerintah selalu menyebut rasio jumlah guru di Indonesia sangat 'mewah', padahal fakta di lapangan sekolah mengeluh kekurangan guru.

YOGYAKARTA - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendesak pemerintah membuat grand design pemenuhan kebutuhan guru skala nasional. Ini diperlukan untuk mencegah terjadinya akumulasi permasalahan kekurangan guru. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan grand design sangat dibutuhkan untuk mempermudah pemerintah dalam menentukan kebijakan.

Unifah menyebut selama ini kebijakan untuk guru masih banyak yang tidak tepat sasaran dan sulit diimplementasikan, akibat belum adanya data terkait kebutuhan guru secara nasional. "Selama ini pemerintah selalu menyebut rasio jumlah guru di Indonesia sangat 'mewah", padahal di lapangan tidak sedikit daerah dan sekolah yang mengeluhkan kekurangan guru," kata Unifah saat Rakorpimnas II PGRI, di Yogyakarta, Rabu (26/7).

Pemetaan kebutuhan guru nasional menjadi salah satu dari sembilan butir rekomendasi yang disampaikan PGRI terkait dengan penanganan masalah guru di Indonesia. Dalam butir rekomendasi lain, PGRI juga menyatakan sepakat untuk mendukung penerapan program pendidikan karakter, sebagai skala prioritas dalam mewujudkan percepatan dan pemerataan kualitas pendidikan.

Kemudian, PGRI juga berkomitmen meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan tuntutan profesi sebagaimana dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. "Tak lupa kami juga meminta pemerintah harus bersungguh-sungguh meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan melalui program yang efektif, efisien, dan signifikan," paparnya.

Untuk kesekian kalinya, PGRI juga meminta pemerintah melalui kementerian melibatkan PGRI dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan didasarkan pada hasil kajian mendalam dengan melibatkan PGRI. Terkait dengan penyelesaian persoalan guru non PNS pada sekolah-sekolah negeri dan swasta, PGRI meminta Kemdibud dan kementerian terkait untuk menyelesaikannya secara tuntas adil dan manusiawi.

"Begitu juga Uji Kompetensi Guru (UKG), baiknya hanya ditujukan untuk pemetaan dan tidak dijadikan dasar untuk memperoleh Tunjangan Profesi Guru (TPG) maupun sebagai syarat untuk mengikuti PPG yang dibiayai oleh negara. "Kami berharap rekomendasi ini dapat ditindaklanjuti oleh pemerintahan Jokowi-JK sebagai bagian dari upaya penyelesaian persoalan guru," tegas Unifah.

Krisis Guru Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Sopan Andrianto, memperkirakan DKI Jakarta akan mengalami krisis guru pada 2022, menyusul banyaknya guru yang akan pensiun dalam lima tahun ke depan. "Jakarta akan mengalami kekurangan guru di 2022 karena banyak yang pensiun," jelasnya.

Untuk diketahui, saat ini pemerintah masih menetapkan status moratorium untuk perekrutan guru PNS. "Jika tidak dipikirkan solusinya maka akan terjadi krisis guru," imbuh Sopan. Ia memaparkan, setiap tahunnya ada sekitar 2.000 guru yang pensiun. Namun, jumlah guru yang ada tidak bertambah, "Kami berharap kran perekrutan guru segera dibuka," pintanya.

Secara terpisah, Sekretaris Umum PP Persatuan Islam (Persis), Haris Muslim, mengatakan Indonesia juga kekurangan guru Agama yang jumlahnya mencapai 21 ribu. "Ini sangat ironis. Indonesia negeri mayoritas muslim kekurangan guru agama sebesar itu," ujarnya. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama mengumumkan terjadi kekurangan 21.000 guru agama Islam.

Terkait hal tersebut, Anggota DPD RI asal DKI Jakarta, AM Fatwa, meminta masalah ini segera diselesaikan. "Jika dibiarkan berlarut-larut maka krisis guru agama Islam ini akan mengganggu program revolusi mental Presiden Joko Widodo," katanya. cit/YK/E-3

Baca Juga: