JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada tebu petani, namun produk gula tetap dikenakan pajak.

Kalangan petani menilai dengan keputusan pemerintah itu, harga pembelian di tingkat petani masih tetap bakal ditekan pedagang untuk menyisihkan pembayaran PPN yang ditanggung pedagang dan konsumen akhir.

Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Kabsyin, mengemukakan keberpihakan pemerintah terhadap petani gula belum maksimal.

Hal itu terlihat dari hasil pertemuan dengan jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Kamis (13/7) pagi. Menurut dia, dari hasil pertemuan itu, petani yang omzetnya di bawah 4,8 miliar rupiah per tahun tidak dikenakan PPN.

Namun, untuk produk gula tetap dikenakan pajak. "Jadi, harga gula yang dipatok 12.500 per kilogram (kg) akan dikenakan PPN 10 persen.

Ini artinya pedagang dan konsumen yang bayar pajaknya," kata Nur Kabsyin saat dihubungi, Kamis. Padahal, lanjut dia, petani sebenarnya menginginkan agar komoditas gula bebas dari PPN sampai konsumen akhir, sama dengan komoditas penting lain, seperti beras, kedelai, dan jagung.

"Jadi, perjuangan kami ini masih separuh, masih setengah jalan," kata dia.

Tolak HET

Nur memaparkan jika gula tetap dikenakan PPN, pada akhirnya akan tetap merugikan petani.

Dengan aturan yang berlaku saat ini, yakni petani yang omzetnya di bawah 4,8 miliar rupiah dibebaskan PPN maka itu berarti petani diperlakukan sebagai pengusaha tidak kena pajak, dan pedagang tidak dapat membebankan PPN terutang kepada petani.

"Peraturannya, petaninya tidak dikenakan, tapi konsumen akhir yang dikenakan. Namun pada praktiknya, pedagang tetap akan menekan harga di tingkat petani untuk menyisihkan pembayaran PPN itu," ungkap dia.

Dia pun mencontohkan, jika tanpa PPN harga gula di tingkat petani 11.000 rupiah/kg maka pedagang yang kena PPN akan menekan harga beli menjadi 10.000 rupiah/kg karena yang 1.000 rupiah untuk membayar PPN. "Yang penting, bagi petani tebu tidak kena PPN.

Ini perjuangan sudah berhasil, tapi masih setengah," imbuh Nur. Selain soal PPN, petani tebu juga meminta pemerintah merevisi atau mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gula yang sebesar 12.500 rupiah/kg karena menyebabkan harga pembelian di tingkat petani jatuh di bawah biaya produksi.

Hal itu tentunya merugikan petani. Sementara itu, seusai pertemuan dengan petani tebu, Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi, menegaskan PPN 10 persen tidak akan berlaku untuk petani yang memiliki omzet di bawah 4,8 miliar rupiah per tahun.

"Jadi apa pun, jangankan gula, apa pun yang omzetnya di bawah 4,8 miliar rupiah per tahun, itu tidak kena PPN atau tidak dipungut PPN baik oleh pedagang atau oleh siapa pun," kata Ken.

Selanjutnya, DJP akan mengusulkan kebijakan penetapan gula petani sebagai barang kebutuhan pokok yang ditetapkan sebagai bukan barang kena pajak sehingga atas penyerahan tidak dikenakan PPN. Hal itu sejalan dengan Perpres Nomor 71/ 2015. ahm/WP

Baca Juga: