Ketetapan baru HPP gabah akan menyulitkan pemerintah menyerap produksi dalam negeri, sehingga target cadangan beras sulit terpenuhi dan akan dijadikan lagi alasan untuk mengimpor beras.

JAKARTA - Petani selaku produsen pangan tidak akan memperoleh kehidupan layak seperti yang didambakan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak. Terlebih lagi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menerbitkan aturan terkait Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang di luar harapan petani.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan ketetapan baru harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar 6.000 rupiah per kilogram (kg) di luar harga ideal untuk produsen pangan.

"Harga segitu masih jauh. Rata-rata luasan lahan petani hanya 0,3 hektare (ha) dan rata-rata produksi nasional kita hanya kisaran 6 ton per ha. Artinya, rata-rata produksi petani kita hanya di 2 ton per musim," tegas Qomar menanggapi pernyataan Kasad Maruli dan penetapan HPP oleh Bapanas.

Qomar menekankan dengan harga usulan SPI sebesar tujuh ribu rupiah per kg pun, petani hanya dapat seribu rupiah per kg atau kisaran dua juta rupiah per musim atau baru sekitar 500 ribu rupiah per bulan. "Apalagi dengan HPP yang ditetapkan pemerintah sekarang, petani sama sekali tidak mendapat keuntungan," ucapnya.

Dijelaskan Qomar, usulan SPI HPP gabah bisa di tujuh ribu rupiah per kg dengan pertimbangan biaya produksi sudah mencapai enam ribu rupiah per kg.

Harga ini juga pasti akan menyulitkan pemerintah menyerap produksi dalam negeri, sehingga target stok cadangan beras akan juga tidak terpenuhi. Kondisi ini, lanjutnya, pasti menjadi alasan lagi untuk pemerintah mengimpor beras.

Seperti diketahui, pemerintah resmi menetapkan pemberlakuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melalu Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perbadan 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan dengan penetapan tersebut, harga batas bawah pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog dapat menjaga dan melindungi harga dasar gabah/beras di tingkat petani.

"Sebelumnya kita telah memberlakukan kebijakan fleksibilitas HPP sejak 3 April lalu, dengan besaran yang sama dengan yang ditetapkan dalam Perbadan ini," ujar Arief, pekan lalu.

Arief menegaskan penetapan HPP gabah/beras ini telah melalui serangkaian diskusi panjang bersama stakeholder perberasan, dengan memperhatikan berbagai sisi terutama pada tiga lini, antara lain di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen.

"Kita tidak bisa memuaskan semua pihak, namun penetapan HPP ini tentunya berdasarkan masukan, diskusi, dan tanggapan dari berbagai stakeholder perberasan dan mempertimbangkan keseimbangan harga hulu hilir," jelas Arief.

Kebijakan Fleksibilitas

Adapun besaran HPP Gabah dan Beras yang diberlakukan melalui Perbadan ini sama dengan kebijakan fleksibilitas yang sebelumnya yang telah dikeluarkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 2024 tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah.

Rincian HPP adalah Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar 6.000 rupiah per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

Lalu, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan sebesar 6.100 rupiah per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.

Sementara itu, Jenderal Maruli menekankan jajarannya untuk memastikan petani mendapatkan kehidupan layak di berbagai daerah melalui program ketahanan pangan terpadu TNI.

Baca Juga: