Jika HET ada premium dan medium, HPP gabah yang dibeli di petani harus ada grade harga lantaran gap dengan HET beras yang memiliki varian premium dan medium, sangat lebar.
JAKARTA - Ketetapan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani dinilai hanya menguntungkan korporasi besar dan penggilingan besar. Akibatnya, harga beras di tingkat konsumen diperkirakan tetap tinggi.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi merevisi HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani menjadi 5.000 rupian per kilogram (kg) dari semula 4.200 rupiah per kg. Di tingkat penggilingan, GKP ditetapkan 5.100 rupiah per kg.
Kemudian, Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan 6.200 rupiah per kg, sementara di gudang Perum Bulog 6.300 rupiah. Selain itu, Beras di gudang Perum Bulog ditetapkan sebesar 9.950 rupiah.
Namun, Serikat Petani Indonesia (SPI) menganggap ketentuan baru tersebut hanya menguntungkan korporasi besar dan penggilingan besar. Di sisi hilir, konsumen akan mendapatkan harga tinggi.
"Kami mengusulkan HPP di 5.600 karena harga pokok produksi sebesar 5.050 rupiah per kilo gram. Artinya, dengan HPP 5.000 masih di bawah biaya produksi. Petani masih merugi," tegas Ketua Umum SPI, Henry Saragih, di Jakarta, Rabu (16/3).
Selain itu, SPI menilai penetapan harga eceran tertinggi (HET) sangat lebar jaraknya dengan harga HPP. "Misalnya HET di zona 1, beras premium 13.900 rupiah, medium 10.900 rupiah, dan di Bulog 9.950 rupiah.
Selisih antara HPP GKP di petani dengan harga beras di Bulog, apalagi dengan HET medium dan premium, sangat besar.
"Gabah sekarang yang diproduksi petani sudah menggunakan mesin combine, mesin panen yang persentase gabah untuk dijadikan beras sudah pada tingkat 60 persen, kalau dengan mesin perontok yang cuma 55 persen yang semakin jarang dipakai petani. Mayoritas petani sekarang sudah pake mesin combine," paparnya.
Henry menekankan, pemerintah seharusnya juga menerbitkan HPP multilokasi, bukan HPP tunggal. Menurut Henry, jika HET ada premium dan medium, gabah yang dibeli di petani juga harus ada grade harga.
Dia menilai HET dengan grade medium dan premium ini menjadi kesempatan bagi perusahaan besar membeli gabah dengan harga murah dan mengolahnya lalu menjualnya dengan harga mahal.
"Kalau kebijakan HPP ini jadi ditetapkan maka kerugian masih menimpa petani, dan korporasi besar penggilingan beras akan sangat diuntungkan, sisi lain konsumen mendapatkan harga beras yang tinggi dan mahal," tutupnya.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menuturkan, sebelum diputuskan, usulan HPP dan HET terbaru ini telah melewati proses diskusi dan memperhatikan masukan seluruh stakeholder perberasan nasional. Bahkan, penentuannya mempertimbangkan biaya pokok produksi, margin petani, kualitas gabah dan beras, serta dampak kenaikan inflasi.
Jaga Keseimbangan
Arief menegaskan, tujuan utama segera ditetapkan HPP dan HET ini adalah untuk menjaga keseimbangan harga baik di tingkat hulu maupun hilir. "Bulog dan penggilingan padi kecil bisa mendapatkan gabah untuk digiling, serta konsumen mendapatkan beras dengan harga yang wajar. Keseimbangan itu yang terus kita jaga," jelasnya.
Arief memaparkan, selanjutnya ketentuan harga terbaru tersebut akan dituangkan ke dalam Peraturan Bapanas yang saat ini masih dalam proses pengundangan.