Jangan cuma mendahulukan kepentingan konsumen, tapi abaikan nasib petani.

Semestinya fokus pada peningkatan produksi untuk jamin pasokan dan stabilitas harga.

JAKARTA - Penurunan harga gabah di tingkat petani dan harga beras di tingkat penggilingan seperti yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai membuat nasib petani semakin miskin dan terjepit karena daya beli mereka kian merosot.

Penurunan harga yang disebut tidak lepas dari kebijakan pemerintah melakukan stabilisasi harga melalui harga eceran tertinggi (HET) itu pada akhirnya hanya menguntungkan konsumen, namun merugikan petani sebagai produsen.

Peneliti Indef, Bima Yudhistira, mengatakan bahwa penurunan harga gabah membuat posisi petani semakin terjepit karena membuat daya belinya terus menurun. Itu berarti, petani makin miskin.

"Kondisi ini mengkonfirmasi turunnya nilai tukar petani (NTP) dalam tiga tahun terakhir. Selain itu, dampaknya juga akan ke upah buruh tani riil," jelas dia ketika dihubungi, Selasa (1/8).

Petani semakin sejahtera jika penghasilan dari bertani bisa membeli barang dan jasa yang dibutuhkannya lebih banyak. Itu akan terjadi jika harga hasil pertanian naik lebih tinggi dari harga barang dan jasa yang dibeli petani, atau ketika indikator kesejahteraan petani, NTP, naik.

Akan tetapi, dalam tiga tahun terakhir, NTP cenderung turun, dengan catatan dalam dua bulan terakhir mengalami kenaikan. NTP mencapai titik terendah di bawah 100 pada Maret 2017. Sementara itu, kemerosotan lebih tajam dialami oleh NTP khusus tanaman pangan.

Angka tertinggi terjadi pada November 2015, yaitu sebesar 104,1. Namun, setelah itu mengalami penurunan hingga titik terendah sebesar 95,4 pada Maret 2017.

NTP tanaman pangan berada di bawah angka 100 sejak April 2016 hingga Mei 2017. Memang dalam dua bulan terakhir ada kenaikan.

Bima menjelaskan dengan kondisi seperti ini maka jumlah pekerja di sektor pertanian, kini sekitar 40 juta orang, bakal terus menurun dan alih profesi ke sektor lainnya. Lalu, yang diuntungkan Bulog karena bisa membeli dengan harga murah.

Sebelumnya, BPS melaporkan bahwa harga gabah di tingkat petani dan beras di penggilingan pada Juli tahun ini mengalami penurunan. Data tersebut diperoleh dari 1.509 transaksi penjualan gabah di 24 provinsi selama Juli lalu.

Kepala BPS, Suhariyanto, menyebutkan rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani 4.483 rupiah per kilogram (kg) atau mengalami penurunan sebesar 0,99 persen. Sementara itu, di penggilingan harganya 4.570 rupiah per kg atau turun 0,98 dibandingkan dengan harga dengan kualitas yang sama pada Juni 2017.

Aadapun rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di petani 5.457 rupiah per kg atau turun 1,92 persen dan di tingkat penggilingan 5.549 rupiah per kg atau turun 2,26 persen.

"Harga gabah kualitas rendah di tingkat petani 3.908 rupiah per kg atau turun 0,67 persen dan di tingkat penggilingan 3.989 rupiah per kg atau turun 0,48 persen," papar Suhariyanto, Selasa (lihat infografis).

Menurut Bima, penurunan harga gabah disebabkan pasokan beras di level nasional yang melimpah sebagai akibat panen raya sebelum Lebaran.

"Karena itu solusinya, pemerintah seharusnya tidak hanya berpikir dari perspektif konsumen, tetapi memikirkan kesejahteraan petani," papar dia.

Merugikan Petani

Pengamat ekonomi perdesaan dari Universitas Brawijaya Malang, Imron Rozuli, mengatakan turunnya harga gabah dan beras bisa dikatakan merupakan hasil dari kebijakan pemerintah tentang stabilisasi harga yang tidak tepat.

"Sebab stabilisasi harga, seperti HET, justru menjadi instrumen yang merugikan bagi petani," jelas dia. Imron menambahkan meskipun seolah-olah tercapai stabilisasi harga, tapi tingkat penurunan harga yang paling besar justru di tingkat petani.

"Aspek turunnya harga gabah ini akan makin menurunkan nilai tukar petani, termasuk pendapatannya," kata dia.

Dia mengingatkan kebijakan stabilisasi harga yang dianggap berhasil oleh pemerintah justru berdampak pada berkurangnya pendapatan petani.

"Persoalannya, semestinya lebih fokus pada peningkatan produksi untuk menjamin stabilitas harga yang belum mampu dilakukan pemerintah dengan baik," tukas Imron. SB/ers/WP

Baca Juga: