JAKARTA - Pemerintah harus tegas menentukan politik subsidi pupuk yang ideal. Sebab hingga kini, para petani makin kesulitan memperoleh pupuk bersubsidi, terutama usai penerapan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

"Dengan model politik subdisi semacam ini, efektif apa tidak? Karena faktanya masih menciptakan kegaduhan dan masih ada image pupuk langka. Kalau melihat dari produksi, itu gak ada pupuk langka. Wong kita ekspor 1-2 juta (pupuk) kok, tapi memang persoalannya politik subsidi," ungkap anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, seperti dikutip dari laman resmi DPR RI, Jakarta, Selasa (20/9).

Menurutnya, sikap pemerintah saat ini terkesan belum mempertimbangkan masukan PT Pupuk Indonesia, sebagai operator pelaksana, dalam penyusunan model produksi dan distribusi pupuk bersubsidi yang ideal. Karena itu, dia mengusulkan single price dan model subsidi output untuk pupuk di Indonesia.

Dari sudut pandangnya, dua usulan yang diutarakan itu akan mengurangi masalah kelangkaan pupuk. "Kalau kita menggunakan model subsidi output, kita enggak perlu lagi ada isu pupuk subsidi dan pupuk nonsubsidi. Enggak perlu lagi diutang oleh pemerintah. Enggak perlu lagi para pengecer itu terpaksa harus daftar atau para distributor terpaksa mencari dukungan kanan-kiri untuk menjadi distributor. Saya lebih sepakat kalau pupuk itu memakai single price," jelas Nusron.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Acmad Bakir Pasaman, memaparkan kesiapan PT Pupuk Indonesia dalam menanggapi perubahan kebijakan pupuk bersubsidi tahun 2022, berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 dan Kepmentan Nomor 5 Tahun 2022, di antaranya menyiapkan pasokan pupuk urea dan NPK sesuai alokasi terbaru, menyiapkan mitigasi pengurangan jenis komoditas dan jenis pupuk, beserta digitalisasi layanan penyaluran pupuk.

Kebijakan Pembatasan

Dia pun menerangkan dalam Permentan Nomor 10 Tahun 2022, terdapat pembatasan komoditas pangan yang memperoleh pupuk bersubsidi, yang sebelumnya 70 komoditas menjadi sembilan komoditas. Lalu, jelasnya, terdapat pengurangan jenis pupuk yang disubsidi, yang sebelumnya ada lima jenis pupuk subsidi, kini menjadi dua jenis pupuk subsidi yaitu NPK dan Urea.

Adapun berdasarkan Kepmentan Nomor 5 Tahun 2022, alokasi jenis pupuk subsidi pupuk urea dan NPK ditambah. Sebelumnya, kuota pupuk subsidi urea sebesar 4.232.704 ton, kini menjadi 4.379.832 ton. Terakhir, kuota pupuk subsidi NPK, sebelumnya, sebesar 2.481.914 ton, kini menjadi 2.981.799 ton

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, ketika dihubungi, Selasa (20/9), mengeluhkan kenaikan harga pupuk sudah berlangsung lama. Di sisi lain, kuota pupuk subsidi juga kian terbatas. Dia menegaskan setelah harga pupuk naik biaya produksi petani kian meningkat, terlebih lagi dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga: