Karut marut pendistribusian pupuk subsidi berakibat pada kelangkaan, sehingga banyak petani tidak mendapatkannya.
JAKARTA - Distribusi pupuk subsidi masih menjadi masalah sepanjang 2021. Kondisi tersebut menunjukkan komitmen dan keberpihakan pemerintah terhadap petani kecil, masih minim.
Karenanya, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan pendistribusian pupuk bersubsidi. Pasalnya, petani sampai saat ini kesulita mengakses pupuk bersubsidi.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, dalam konteks produksi, tata kelola pupuk bersubsidi menjadi sorotan selama 2021. "Amburadulnya pendistribusian pupuk subsidi berakibat pada kelangkaan, sehingga banyak petani tidak mendapatkan pupuk subsidi," tegasnya pada Koran Jakarta, Rabu (29/12).
Selain itu , lanjut dia, akses terhadap program tersebut, juga menjadi masalah yang dikeluhkan para petani pada umumnya. Tidak hanya di pupuk subsidi, harga pupuk non-subsidi juga naik cukup pesat. "Hal ini selaras dengan temuan Ombudsman RI tentang tidak efektifnya tata kelola pupuk bersubsidi di Indonesia," kata Henry.
Sebagai gambaran, kata dia, Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang tahun ini belum ideal. Hal ini masih didominasi oleh subsektor tertentu saja, seperti perkebunan (sawit, kopi, dan kakao) yang tumbuh 8,34 persen didorong peningkatan produksi beberapa produk perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, kakao dan tebu.
Sebaliknya, pertumbuhan tanaman hortikultura terkontraksi 5,23 persen disebabkan penurunan produksi sayuran karena turunnya permintaan domestik maupun luar negeri.
"Tanaman Pangan mengalami kontraksi pertumbuhan 5,80 persen, disebabkan oleh penurunan produksi tanaman padi dan tanaman palawija lainnya karena berkurangnya luas panen," katanya.
Adapun Ombudsman Republik Indonesia menemukan lima potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi berdasarkan hasil Kajian Sistemik Ombudsman RI tentang Pencegahan Maladministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Pertama, tidak dituangkannya kriteria secara detil petani penerima pupuk bersubsidi dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021. "Kedua, ditemukan ketidakakuratan data petani penerima pupuk bersubsidi," sebut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika.
Dia menegaskan, pendataan petani penerima pupuk bersubsidi dilakukan setiap tahun dengan proses yang lama dan berujung dengan ketidakakuratan pendataan. "Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, Ombudsman RI melihat adanya potensi Maladministrasi dalam proses pendataan, yang berakibat pada buruknya perencanaan dan kisruhnya penyaluran pupuk bersubsidi," terang Yeka.
Potensi Maladministrasi ketiga ialah terbatasnya akses bagi petani untuk memperoleh Pupuk Bersubsidi serta permasalahan transparansi proses penunjukan distributor dan pengecer resmi.
Anggaran Minim
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil menyatakan anggaran pupuk bersubsidi turun tiap tahunnya.
Meski demikian, dirinya mengajak kepada para stakeholder untuk memperbaiki tata kelola pupuk bersubsidi sesuai saran perbaikan dari Ombudsman.