Dalam kelompok etnis atau bangsa tertentu mereka memiliki genom yang berbeda dengan yang lain. Variasi  ini sering membuat terapi kurang tepat dan menimbulkan efek negatif karena dokter tidak memiliki informasi genetik pasien.

Dalam kelompok etnis atau bangsa tertentu mereka memiliki genom yang berbeda dengan yang lain. Variasi ini sering membuat terapi kurang tepat dan menimbulkan efek negatif karena dokter tidak memiliki informasi genetik pasien.

Pada musim panas 2020, seorang perempuan Afrika-Amerika berusia 63 tahun menderita kanker usus besar. Ia menjalani terapi kemoterapi umum yang dikenal sebagaifluoropyrimidinedi National Institutes of Health (NIH) Clinical Center di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat (AS).

Sekitar 38.000 pasien kanker di Inggris dan sekitar 154.000 pasien di AS memulai pengobatan berbasisfluoropyrimidinesetiap tahun. Kemoterapi tersebut telah membantu menyelamatkan ribuan nyawa manusia.

Namun selama beberapa pekan setelah kemoterapi, perempuan tersebut mulai mengembangkan efek samping yang parah yang dikenal sebagaipancytopenia. Efek samping tersebut ditandai dengan penurunan sel darah merah dan putih serta trombosit yang cepat dan tiba-tiba menyebabkan dilarikan ke perawatan intensif.

Dalam dunia kedokteran reaksi berupa efek samping tersebut sangat umum. Oleh karenanya antara 20 persen dan 30 persen orang yang menerima obat ini memerlukan dosis yang lebih rendah, karena tubuh mereka berjuang untuk memprosesnya. Pasalnya jika diberi dosis standar, mereka mengalami reaksi yang bervariasi dari parah hingga fatal.

Seperti banyak reaksi obat yang merugikan, hal ini dianggap setidaknya sebagian karena variasi dalam genom manusia. Genom sebagai informasi genetik bisa disebut sebagai rangkaian miliaran huruf atau basa kimiawi yang menyusun DNA. Semua manusia berbagi 99,9 persen genom, hanya 0,1 persen sisanya sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain, atau antar kelompok etnis.

Perbedaan dalam urutan yang mendasari gen tertentu dapat berupa beberapa ratus hingga beberapa juta basa dapat memiliki konsekuensi yang mendalam dan berjangkauan luas bagi kesehatan. Studi pengurutan genetik telah mulai mengungkap mengapa beberapa orang bereaksi sangat buruk terhadapfluoropyrimidine, menunjukkan dengan tepat empat variasi berbeda dari gen yang disebut DPYD.

Gen DPYD terlibat dalam metabolisme, sebagai kemungkinan penyebabnya. Sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia kini telah mulai mengurutkan DNA pasien kanker tertentu dan menyaring masing-masing dari empat varian ini sebelum menentukan dosis kemoterapi mereka.

Selama ini penelitian tentang genom dilakukan sepenuhnya pada kelompok masyarakat kulit putih atau individu keturunan Eropa. Meskipun varian DPYD yang berbeda dapat berfungsi sebagai tanda peringatan bagi orang dari etnis lain, peneliti tidak memiliki cukup data untuk memastikan varian mana yang paling sesuai untuk kelompok etnis yang berbeda.

"Pasien etnis minoritas biasanya akan diberikan dosis obat konvensional," kata Munir Pirmohamed, farmakolog di University of Liverpool di Inggris. "Beberapa dari pasien ini akan membawa varian spesifik etnis lain yang juga mempengaruhi kemampuan mereka untuk memetabolisme obat ini, tetapi saat ini kami tidak melakukan genotipe untuk itu, sebagian besar karena kami tidak tahu," ungkap dia kepadaBBC.

Kesenjangan Genom

Ini hanyalah salah satu contoh dari apa yang oleh para ilmuwan seperti Pirmohamed disebut sebagai kesenjangan genom (genomic gap). Jika tidak ditangani akan berdampak luas pada seluruh layanan kesehatan, memperburuk ketidaksetaraan yang ada. Dengan pengurutan genom pada kelompok yang belum terwakili akan mengantarkan pada revolusi medis membuat perawatan lebih tepat sasaran dan terpersonalisasi.

Sudah 70 tahun sejak strukturdouble-helixDNA pertama kali terungkap dalam gambar kasar, hitam dan putih. Sejak saat itu pemahaman tentang informasi genetik yang dikodekannya telah berkembang pesat. Namun wawasan ini ternyata berasal dari bagian yang sangat sempit dari spesies manusia.

Informasi dari seluruh kelompok etnis hilang. Jadi mengapa gambaran susunan genetik kita masih kabur? Sejauh ini, 86 persen studi genom yang ada didasarkan pada data yang dikumpulkan dari orang kulit putih Eropa. Alasan untuk ini sangat banyak dan kompleks.

Sebagian besar proyek pengurutan besar terutama berlokasi di dunia barat, misalnya. Banyak uji klinis dari pengobatan baru yang potensial juga sering gagal melibatkan kelompok etnis yang berbeda dan ada kecenderungan untuk mengandalkan biobank yang cenderung tidak terlalu beragam.

Lindsay Fernández-Rhodes, seorang ahli epidemiologi di Pennsylvania State University yang bekerja untuk populasi yang terpinggirkan, menyatakan selama ini biobank secara tidak sengaja akhirnya hanya merekrut orang-orang dari daerah makmur, yang tinggal dekat dengan pusat medis.

"Sebagian besar biobank di AS, hanya mencakup mereka yang memiliki asuransi kesehatan," kata Fernández-Rhodes. "Sebuah investasi ulang yang sistematis diperlukan untuk mempersempit kesenjangan saat ini antara siapa yang sedang dipelajari dalam genom dan siapa yang paling membutuhkan informasi tersebut. Misalnya, kelompok ras minoritas seperti Afrika-Amerika dan Latin menanggung beban berat obesitas dan tetap terpelajar," imbuh dia.

Dampak banyak sistem perawatan kesehatan sekarang menawarkan tes genetik sebagai cara untuk mendiagnosis kondisi jantung atau kanker yang diwariskan berdasarkan varian gen yang diidentifikasi dalam proyek pengurutan besar. Pengalaman pasien dengan tes ini dapat sangat bervariasi dari satu kelompok etnis ke kelompok etnis lainnya.

Beberapa penelitian menemukan prediksi yang mereka buat empat setengah kali kurang akurat pada individu keturunan Afrika daripada keturunan Eropa.

"Orang-orang keturunan non-Eropa lebih cenderung memiliki varian gen mereka yang salah disebut langka padahal sebenarnya tidak, hal ini berpotensi menyebabkan kesalahan diagnosis," kata Neil Hanchard, peneliti klinis di US National Human Genome Research Institute (NHGRI). hay/I-1

Baca Juga: