SEOUL - Angkatan Udara Korsel, pada Jumat (15/3), mengatakan pesawat tempur Korea Selatan dan Amerika Serikat menggelar latihan tembak gabungan untuk melawan ancaman rudal jelajah artileri jarak jauh Korea Utara di perairan lepas pantai barat pekan ini.

Latihan selama lima hari tersebut dimulai pada Senin, dengan mengerahkan sekitar 40 pesawat, termasuk jet F-35A, F-15K, dan F-4E Korsel, serta pesawat A-10, dan F-16 dari Angkatan Udara ke-7 AS yang ditempatkan di negara itu.

Seperti dikutip dari Antara, para pilot dilatih untuk melakukan serangan presisi terhadap simulasi rudal jelajah musuh yang terbang di ketinggian rendah dengan rudal udara-ke-udara dan melawan artileri jarak jauh, dengan menggunakan rudal udara-ke-permukaan serta bom berpemandu.

Menurut Angkatan Udara Korsel, latihan tersebut dilakukan di tengah kekhawatiran baru atas ancaman rudal jelajah Korut setelah negara itu melakukan lima putaran peluncuran rudal jelajah tahun ini.

Korut mengeklaim telah melakukan uji coba baru penembakan rudal permukaan-ke-laut di lepas pantai timurnya pada 14 Februari.

Korut juga mengadakan latihan penembakan artileri, yang melibatkan beberapa unit yang mampu menyerang Seoul, pada 7 Maret, menurut laporan media pemerintahan tersebut, dalam merespons latihan Freedom Shield tahunan Korsel-AS yang berakhir pada Kamis (14/3).

Kekuatan Artileri

Korut memiliki salah satu kekuatan artileri terbesar di dunia, dengan banyak di antaranya ditempatkan dalam jangkauan wilayah Seoul, yang dihuni oleh sekitar separuh dari 51 juta penduduk Korsel.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Tiongkok, Wang Yi, mengatakan pemerintah Tiongkok berharap agar Korea Utara dapat melanjutkan dialog dengan Korea Selatan guna mencegah konfrontasi lanjutan di Semenanjung Korea.

"Sangat penting untuk menghentikan aksi penangkalan serangan militer (deterrence) agar keluar dari konfrontasi. Caranya adalah dengan melanjutkan dialog dan negosiasi, mengatasi masalah keamanan semua pihak terutama pihak Korea Utara dan mendorong penyelesaian politik atas masalah Semenanjung Korea," kata Wang Yi.

Posisi Tiongkok, dalam masalah Semenanjung Korea, menurut Wang Yi, konsisten dan fokus untuk upaya mencapai perdamaian dan stabilitas jangka panjang di kawasan Semenanjung Korea.

"Saat ini, situasi di Semenanjung Korea menjadi semakin tegang, dan hal ini tidak kami inginkan. Dunia sudah cukup ricuh dan tidak boleh ada tambahan perang di Semenanjung Korea," tambah Wang Yi.

Wang Yi menyebut siapa pun yang ingin memanfaatkan isu Semenanjung Korea untuk mengembalikan konfrontasi seperti pada masa Perang Dingin harus memikul tanggung jawab sejarah dan siapa pun yang ingin merusak perdamaian dan stabilitas regional akan menanggung akibat yang sangat besar. "Akar permasalahan Semenanjung Korea yang berlarut-larut jelas yaitu sisa-sisa Perang Dingin masih ada, tidak pernah ada mekanisme perdamaian yang dibangun dan tidak ada solusi mendasar terhadap masalah keamanan itu," ungkap Wang Yi.

Menlu Wang mengatakan solusi untuk Semenanjung Korea sudah tersedia yaitu gagasan dual track progress dan prinsip phased and synchronized yang diusulkan Tiongkok.

Terbaru, Korea Utara diketahui menembakkan sekitar 200 peluru artileri ke perairan lepas pantai baratnya pada Januari 2024. Hal itu menyebabkan pemerintah Korea Selatan meminta penduduk Pulau Baengnyeong dan Pulau Yeonpyeong diperintahkan untuk mengungsi.

Aksi Korut itu merupakan serangan terbaru setelah Korut membatalkan perjanjian militer antar-Korea 2018 pada November.

Baca Juga: