Kegagalan Korea Selatan dalam menghentikan gerakan pembelot anti-Pyongyang menerbangkan balon udara yang berisi kritikan hak asasi manusia (HAM) dan ambisi nuklir Korut, memicu konik baru hubungan bilateral kedua negara. Kim Yo-jong, saudara perempuan dari pemimpin Korut Kim Jong-un, mengancam akan membatalkan perjanjian militer yang ditandatangani dengan Seoul dan menghentikan proyek-proyek antar-Korea lainnya.

Kim Yo-jong, yang memegang jabatan Wakil Direktur Departemen Pertama Komite Sentral Partai Buruh Korut, juga memperingatkan akan membatalkan perjanjian pengurangan ketegangan militer dan menutup proyek kawasan industri bersama. Korut juga mengancam akan menutup kantor penghubung dengan Korea Selatan (Korsel) dan akan membuat Korsel menderita. Perempuan berusia 32 tahun itu juga mengancam akan menarik diri secara permanen dari proyek-proyek bersama dengan Korea Selatan, termasuk Kaesong Industrial Park dan wisata Gunung Kumgang.

Keduanya menjadi pemintal uang untuk Pyongyang yang ditangguhkan selama bertahun- tahun karena sanksi atas program senjata. Korsel langsung merespons. Kementerian Uni kasi Seoul mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan undang- undang untuk melarang kampanye selebaran dengan alasan mereka menyebabkan ketegangan di perbatasan. Setiap tindakan yang dapat mengancam kehidupan dan properti penduduk di daerah perbatasan harus dihentikan.

Kampanye selebaran menjadi masalah pelik antara kedua negara Korea tersebut, tetapi memberlakukan undang- undang tersebut dapat memicu protes atas kemungkinan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi. Kim Yo-jong sempat menyebut kelompok pembelot Pyongyang itu sebagai "sampah". Dia meminta Korsel mengambil tindakan khusus dan tidak berlindung pada frase "kebebasan berekspresi". Pernyataan yang merupakan ketiga kalinya dikeluarkan Kim Yo-jong tahun ini, memperlihatkan besarnya pengaruh perempuan itu dalam pengambilan keputusan di Korut terutama soal Korsel saat ini.

Ketegangan Korut dan Korsel itu bukan barang baru. Kedua negara memiliki sejarah perselisihan yang panjang. Setelah Perang Dunia II, pada tahun 1945, Korea dibagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan yang dikenal dengan Paralel 38. Russia mengambil kendali atas Korut dan Amerika Serikat mengambil kendali atas Korsel. Ketegangan antara Korut dan Korsel dimulai dengan adanya Perang Korea atau The Forgotten War yang terjadi pada 25 Juni 1950.

Atas izin Russia, militer Korut menyeberangi perbatasan dan melakukan invasi atas Korsel. Saat itu, Korsel belum memiliki kekuatan militer untuk melawan Korut. Perang Korea berlangsung selama tiga tahun. Pada 27 Juli 1953, Korut dan Korsel sepakat melakukan gencatan senjata. Kedua belah pihak juga menyepakati zona netral yang disebut Zona Demiliterisasi untuk memisahkan kedua negara. Kematian Presiden Korea Utara Kim Jong-il pada 2011 yang kemudian digantikan oleh Kim Jong-un semakin mempelebar jarak kedua negara.

Kim Jon-un sering mengeluarkan ancaman verbal melakukan serangan rudal terhadap Seoul termasuk AS yang menjadi sekutu Korsel. Di tahun ini, kedua Korea terlibat ketegangan di perbatasan. Pada Oktober 2019, Korut juga mengancam menarik diri dari fasilitas yang dibangun bersama dengan Korsel di area Gunung Kumgang di Pantai Timur. Korut berujar akan membangun zona wisata internasional sendiri. Sebelumnya di 2016, Korsel sempat menutup kompleks industri bersama karena program nuklir dan rudal Pyongyang. Di 2008, Korsel sempat menghentikan proyek bersama lain karena salah satu turisnya tewas di tangan seorang oknum penjaga Korut.

Baca Juga: