JAKARTA - Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo sangat mendukung dan sepakat dengan program yang dilakukan Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) yang dimotori oleh Eko Sriyanto Galgendu. Gerakan ini guna membangun kebangkitan kesadaran spiritual bangsa Indonesia untuk membangun peradaban baru kejayaan bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang.

Menurut siaran pers yang diterima Koran Jakarta, Kamis (30/9), pernyataan dukungan dan kesepakatan seratus persen dengan program GMRI itu dituangkan oleh Kardinal dalam bentuk tulisan tangan lengkap di atas selembar kertas dengan logo Kardinal berbentuk gunungan khas Jawa.

"Mas Eko, saya kagum akan kesungguhan dan totalitas panjenengan merawat dan mengembangkan Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia. Semoga buah-buahnya semakin dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia," demikian surat khusus itu yang ditulis tangan langsung oleh Ignatius Kardinal Suharyo, tertanggal 29 September 2021, saat GMRI berkunjung ke Keuskupan Agung Jakarta di Jalan Katedral Jakarta Pusat.

Pertemuan antara Ketua Umum GMRI dan Ignatius Kardinal Suharyo berlangsung sejak pukul 09.30 hingga 12.30 membicarakan tentang banyak hal, termasuk program super prioritas Presiden mengenai wisata budaya religius untuk Candi Brobudur dengan mendatangkan Bhiku dari seluruh dunia, sehingga Brobudur menjadi salah satu pusat peradaban dunia.

Menurut Kardinal, mengutip pendapat para peneliti kelas dunia, bangsa Indonesia cukup memiliki modal sosial sebagai negara dalam urutan pertama dari 146 negara yang memiliki sikap suka memberi atau menolong, dan nomor enam dari 167 negara di dunia yang memiliki modal sosial terbesar di dunia.

Karenanya, lanjut Kardinal, bangsa Indonesia harus merawat sikap dan sifat gotong royong yang telah menjadi tradisi maupun budaya suku bangsa kita, karena persatuan bangsa-bangsa di dunia pun dapat dipersatukan melalui perekat nilai-nilai spiritual.

"Konsep tentang Sang Khalik, makhluk dan akhlak yang telah digradasi oleh ketamakan manusia sebagai makhluk yang membajak peran Tuhan, yaitu Sang Khalik, dalam bersikap dan bertindak, harus dapat dikembalikan pada fitrahnya semula," jelas Kardinal.

Ditegaskannya, penyembahan terhadap berbagai bentuk berhala juga sangat ditentang oleh Katolik seperti yang dilakukan oleh banyak orang sekarang. Meski bentuk berhalanya sekarang berupa uang atau harta benda serta kekuasaan.

"Pemberhalaan terhadap harta benda dan kekayaaan itu merupakan bentuk dari kerakusan dan ketamakan manusia yang tidak berakhlak. Sehingga manusia Indonesia sebagai makhluk ciptaan Tuhan ingin juga berperan sebagai Tuhan," tandas Kardinal.

Persahabatan Eko Sriyanto Gangendu dengan Ignatius Kardinal Suharyo sudah terjalin sejak 20 tahun silam, saat Kardinal masih menjadi Uskup Agung di Semarang. Eko ketika itu pun sedang menjabat Ketua Lintas Agama-agama di Solo. Sehingga kerap menyelenggarakan diskusi maupun seminar kebudayaan atas nama Kraton Surakarta. Dan bersama Gus Dur yang sebagai Sentono Dalem acap bertandang ke Uskup Agung Semarang yang saat itu dijabat oleh Mgr Suharyo.

Pernyataan sikap dukungan terhadap Eko agar berani berada di garis terdepan telah diberikan oleh Kardinal sejak perkenalan mereka pada 20 tahun silam. Kali ini diulang kembali secara lebih tegas dalam bentuk tertulis berupa surat tulisan tangan lengkap berlogo Katedral, tempat kediaman Ignatius Kardinal Suharyo yang ditempati sekarang.

Cita-cita umat Katolik Indonesia, papar Ignatius Kardinal Suharyo, sungguh sangat mendukung sepenuh hati cita-cita NKRI, sehingga hampir di semua lini ada tokoh Katolik yang tampil sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Di antara para tokoh itu seperti Suryopranoto (dalam bidang agama dan pendidikan), Kasimo, Adi Sucipto (Angkatan Udara), Yos Sudarso (Angkaran Laut), KS Tubun (Kepolisian). Jadi cukup lengkap dalam upaya ikut merawat tanah air Indonesia.

Seperti Christiani itu, Katolik pun ingin melakukan pembebasan dari penindasan. Jadi sikap spiritual bangsa Indonesia jelas dalam perjuangan yang dilakukan untuk bangsa dan negara Indonesia ingin membangun peradaban manusia di masa depan yang kebih baik.

"Pada intinya, saya mendukung 100 persen perjuanganGMRI. Tugas GMRI yang terberat adalah mengembalikan fitrah manusia Indonesia sebagai makhluk Tuhan. Karena manusia bukan Tuhan, tapi sekadar makhluk ciptaan-Nya belaka. Maka itu agama jangan sampai kehilangan nilai-nilai spiritualitasnya," kata Ignatius Kardinal Suharyo berpesan kepada GMRI.

Segenap pesan Kardinal itu bisa dipahami oleh Eko yang acap mengungkapkan dalam istilah "Orang Jawa kehilangan Jawanya". Artinya, sikap dan sifat keagungan dan kearifan serta sifat rendah hati dan sangat penuh tenggang rasa.

Baca Juga: