NEW DELHI - Perusahaan Farmasi India, Maiden Pharmaceutical, yang produk obat batuk sirupnya dikaitkan dengan kematian anak-anak di Gambia membantah telah merusak sampel uji atau menyuap pejabat untuk melakukan hal tersebut, Sabtu (23/12).

Seorang penyelidik di Badan Pengawas Obat dan Makanan negara bagian Haryana mengatakan kepada Reuters pada Jumat, dia hampir menyelesaikan penyelidikan apakah regulator obat negara bagian itu disuap untuk mengganti sampel yang diuji oleh pemerintah India, yang bertentangan dengan temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kandungan zat beracun dalam obat batuk sirup.

"Saya tidak pernah mengganti sampelnya," kata Pendiri Maiden Naresh Kumar Goyal kepada Reuters. "Tidak ada bukti dan tidak ada bukti yang memberatkan kami. Saya belum memberi suap."

Dia mengatakan, baik dia maupun perwakilan perusahaannya tidak dipanggil untuk hadir di hadapan penyelidik, Gagandeep Singh, direktur gabungan lembaga negara tersebut.

Goyal mengatakan ada kompetitor yang berada di balik pengaduan tersebut tetapi tidak menyebutkan nama mereka.

Singh menolak mengomentari pernyataan Goyal.

WHO telah mengaitkan sirup yang dibuat oleh Maiden dengan kematian 70 anak di Gambia tahun lalu. Namun pemerintah India mengatakan tes selanjutnya di laboratorium pemerintah India menunjukkan bahwa sirup tersebut tidak beracun.

Singh mengatakan kepada Reuters pada Jumat, lembaganya telah menerima keluhan yang komprehensif dan menyeluruh bahwa regulator obat-obatan di negara bagian tersebut membantu mengalihkan sampel uji sebelum dikirim ke laboratorium India, dengan imbalan suap sebesar 50 juta rupee ($600.000).

Regulator, Manmohan Taneja, tidak menanggapi panggilan telepon dan pesan elektronik yang meminta komentarnya. Dia mengatakan kepada Reuters pada Oktober lalu, pengaduan di balik penyelidikan suap adalah "keluhan palsu dari orang palsu", dan "siapa pun bisa mengirim keluhan palsu terhadap siapa pun".

Reuters tidak dapat secara independen membuktikan bahwa ada uang suap yang dibayarkan.

Goyal mengatakan pabriknya, yang ditutup oleh pemerintah pada Oktober 2022 setelah terungkapnya kematian di Gambia, kini sedang dalam renovasi dan dia telah meminta pihak berwenang untuk memeriksa fasilitas tersebut agar dapat dibuka kembali.

"Tidak ada kesalahan di pabrik, tapi karena mereka menunjukkan beberapa hal, kami telah memperbaikinya," kata dia. "Kami upayakan semaksimal mungkin, masalah ini sedang kami tindak lanjuti ke petugas terkait. Hanya itu yang bisa kami lakukan."

Kementerian Kesehatan India tidak menanggapi permintaan komentar.

Dua sumber yang mengetahui langsung masalah ini mengatakan pemerintah India tidak terburu-buru untuk membuka kembali salah satu dari tiga pabrik farmasi India, termasuk pabrik Maiden di negara bagian Haryana, yang terkait dengan sedikitnya 141 kematian sejak tahun lalu di Gambia, Uzbekistan. dan Kamerun.

Salah satu sumber menambahkan, kemungkinan besar tidak akan ada keputusan sebelum pemilihan umum Mei mendatang, mengingat risiko reaksi negatif masyarakat.

Baca Juga: