Wina - Para juru runding dari Iran dan lima negara berpengaruh di dunia melanjutkan negosiasi pada Senin (27/12) untuk memulihkan perjanjian nuklir 2015 silam.

Babak baru perundungan di Wina, yang ke-delapan, dibuka 10 hari setelah perundingan ditangguhkan karena juru runding Iran harus pulang untuk berkonsultasi terlebih dahulu.

Babak sebelumnya, yang pertama setelah vakum lebih dari lima bulan karena kemunculan pemerintahan garis keras baru di Iran, ditandai dengan ketegangan terkait tuntutan baru Iran.

Diplomat Uni Eropa Enrique Mora yang memimpin pembicaraan mengatakan kepada wartawan "untuk menghidupkan kembali JCPOA berarti perlu ada pencabutan sanksi dari Amerika dan komitmen nuklir dari Iran, dan ini yang sedang kami kerjakan."

Iran masih terus mengabaikan semua syarat perjanjian nuklir itu sejak Amerika menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018. Iran kini memperkaya uranium hingga tingkat kemurnian 60%, selangkah lagi menuju tingkat senjata nuklir.

Iran telah berulangkali menegaskan bahwa program nuklirnya bertujuan damai. Namun langkah-langkah nuklir signifkan Iran itu telah menimbulkan kekhawatiran negara-negara di kawasan dan negara-negara adi daya. Para diplomat telah mengingatkan bahwa waktu untuk memulihkan perjanjian itu hampir habis karena Iran tetap bersikeras meminta Amerika mencabut sanksi terlebih dahulu.

Perjanjian penting Teheran dengan negara-negara kuat dunia -- Inggris, Prancis, Jerman, AS, Rusia dan Tingkok -- mengharuskan Iran menghentikan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi-sanksi.

Namun pada 2018, Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian itu dan memberlakukan sanksi-sanksi menyeluruh terhadap Iran, termasuk terhadap sektor minyak -- tulang punggung perekonomiannya. Ekspor minyak mentah Iran merosot dan perusahaan-perusahaan minyak internasional menghapus perjanjian dengan Teheran, sehingga memperlemah ekonominya.

Pihak-pihak lain dalam perjanjian itu kesulitan mempertahankan perjanjian itu. AS berpartisipasi secara tidak langsung tahun ini untuk memulihkan perjanjian itu. Presiden Joe Biden telah mengisyaratkan bahwa ia ingin AS bergabung lagi dalam perjanjian itu. VOA/and

Baca Juga: