SURABAYA - Virus cacar monyet atau Monkeypox tengah menjadi perhatian dunia. Pasalnya, virus tersebut telah menyebar ke beberapa negara non endemik seperti Amerika Serikat, Australia, dan beberapa wilayah di Eropa.
Menanggapi ancaman virus tersebut, Kepala Divisi Penyakit Infeksi dan Tropis Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Dominicus Husada, menjelaskan, berbagai penyakit yang baru dikenal manusia beberapa tahun belakangan ini hampir semuanya berasal dari hewan, tapi sekarang pindah ke manusia.
"Ini disebabkan oleh perubahan pola hidup manusia, interaksi dengan hutan dan seisinya, serta global warming. Semua hal di atas harus diperhatikan jika menghendaki dunia berada dalam keseimbangan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (30/5).
Menurut dia, penyakit cacar monyet memiliki banyak kemiripan dengan saudaranya yaitu cacar pada manusia. Tanda utamanya adalah terdapat bintik berisi nanah atau cairan di banyak tempat pada tubuh, terutama anggota gerak.
"Jika tidak muncul bintik, kecurigaan ke arah cacar monyet praktis rendah. Berbeda dengan cacar manusia yang selalu meninggalkan bekas atau menyebabkan kematian, cacar monyet relatif ringan. Jarang sekali yang memberat atau membuat kematian," paparnya.
Dominicus menuturkan, kontak erat antar manusia menjadi medium penularan virus. Cairan yang mengandung virus masuk ke tubuh melalui kulit yang terluka, mata, mulut, atau saluran pernapasan.
"Di Barat, salah satu faktor pendorong penularan virus ini adalah hubungan seks sesama jenis. Virus cacar monyet menyerang orang dewasa, tetapi bisa juga menyerang anak-anak," ungkapnya.
Bicara soal penyakit menular, lanjutnya, harus melibatkan dokter hewan dan ahli pertanian juga karena penyakit ada di semua mahluk hidup.