» Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF dinilai terlalu optimis karena vaksinasi belum rampung.

» Surplus perdagangan semu karena impor bahan baku dan setengah jadi yang turun,jadi pertanda industri belum pulih.

JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) kembali mengeluarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global terkini untuk tahun 2021 dan 2022 mendatang. Dalam proyeksi bertajuk World Economic Outlook, Managing Divergent Recoveries edisi April 2021 yang dirilis Selasa (6/4) waktu Washington, Amerika Serikat (AS), menyebutkan pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan 4,9 persen dan pada 2022 mendatang tumbuh lebih lambat menjadi 3,4 persen.

Lembaga tersebut juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 4,3 persen atau lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi global. Namun, pada 2022 mendatang, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5,8 persen atau lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan global.

IMF juga memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asean, seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia.

Lembaga multilateral itu memproyeksikan kawasan Asean-5, yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia bisa tumbuh sekitar 4,9 persen. Ekonomi Filipina diproyeksi tumbuh hingga 6,9 persen, disusul Vietnam dan Malaysia yang sama-sama diprediksi bisa tumbuh hingga 6,5 persen.

Sementara itu, ekonomi Thailand tumbuh terendah di antara empat negara lainnya dengan perkiraan hanya tumbuh 2,6 persen.

Pada 2022 mendatang, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi tertinggi di kawasan Asean-5 dipimpin Vietnam dengan proyeksi pertumbuhan hingga 7,2 persen disusul Filipina dengan pertumbuhan sekitar 6,5 persen, kemudian Malaysia 6,0 persen pada tahun 2022.

Adapun Thailand masih tetap yang terendah dengan perkiraan 5,6 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,8 persen.

Cukup Tinggi

Menanggapi proyeksi tersebut, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh IMF sebesar 4,3 persen cukup tinggi. Sedangkan prediksi pertumbuhan tahun 2022 terlalu tinggi, mengingat tingkat vaksinasi nasional masih di bawah global.

"Perkiraan pertumbuhan tahun ini yang realistis sekitar 3 sampai 4 persen, mengingat triwulan satu kita sekarang masih berat, krisis karena pandemi belum pulih. Apalagi surplus perdagangan kita semu karena impor bahan baku dan setengah jadi yang turun, menandakan industri kita belum pulih," kata Imron.

Sedangkan untuk prediksi IMF tahun depan, dengan catatan vaksinasi sesuai target, maka capaian akan sama sebelum pandemi sekitar 5,4 persen. "Untuk sampai 5,8 persen cukup berat mengingat tingkat kita masih di bawah global," pungkasnya.

Dalam kesempatan lain, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyatakan ekonomi global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 5,1 persen meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain.

"Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi terjadi di negara-negara yang mampu mengakselerasi vaksinasi Covid-19 serta menempuh stimulus fiskal dan moneter yang besar," kata Perry.

Pertumbuhan itu terutama ditopang pertumbuhan lebih tinggi di AS, Tiongkok, kawasan Eropa, dan India. Sejumlah indikator dini pada Februari 2021 mengonfirmasi perbaikan ekonomi global yang lebih kuat, seperti Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur, keyakinan konsumen, serta penjualan ritel yang terus meningkat.

Sejalan dengan perbaikan ekonomi global tersebut, volume perdagangan dan harga komoditas dunia terus meningkat, sehingga mendukung perbaikan kinerja ekspor negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di AS jelas Perry, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi didukung tambahan stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dollar AS yang berlaku sejak 17 Maret 2021 dan rencana tambahan stimulus fiskal sebesar 2 triliun dollar AS pada triwulan IV-2021.

Reaksi pasar atas paket kebijakan fiskal yang lebih besar dan prospek pemulihan ekonomi yang lebih cepat di AS tersebut telah mendorong kenaikan yield surat berharganya dan ketidakpastian pasar keuangan global, meskipun the Fed diperkirakan belum akan mengubah kebijakan moneternya pada tahun ini.

"Perkembangan ini berpengaruh terhadap tertahannya aliran modal ke sebagian besar negara berkembang, dan berdampak pada kenaikan yield surat berharga dan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara tersebut, termasuk Indonesia," kata Perry.

Dia memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2021 akan tumbuh di kisaran 4,3-5,3 persen.

n SB/E-9

Baca Juga: