JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat dijadwalkan akan bertemu Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden di Washington DC, dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Xi Jinping di Beijing, sebelum menghadiri KTT APEC di Peru dan KTT G20 di Brasil. Prabowo diharapkan bisa memanfaatkan pertemuan dengan dua pemimpin negara ekonomi terbesar dunia itu untuk membuka pasar ekspor produk-produk Indonesia yang lebih luas.

Selain itu, diharapkan aliran investasi dari dua negara tersebut semakin meningkat masuk ke Indonesia. Pakar hubungan internasional, Universitas Brawijaya, Malang, Aswin Ariyanto Azis, mengatakan langkah Prabowo menunjukkan kebijakan politik luar negeri bebas aktif yang selama ini dipegang pemerintah. Namun demikian, strateginya telah berkembang dari nonblok ke multiblok atau multialiansi seperti perkembangan dunia saat ini yang multipolar.

"Pendekatan politik luar negeri yang disampaikan Presiden Prabowo mengindikasikan pergeseran dari prinsip tradisional 'bebas aktif' dan 'nonblok' menuju strategi yang lebih fleksibel, yaitu multiblok atau multialiansi," kata Aswin. Dalam konteks itu, Indonesia tidak hanya bersikap netral, tetapi juga aktif menjalin kemitraan dengan berbagai negara dan blok kekuatan besar seperti AS dan Tiongkok, tanpa berkomitmen pada aliansi eksklusif.

Strategi seperti itu memungkinkan Indonesia untuk berinteraksi secara pragmatis dalam dinamika global yang multipolar, menjaga kemandirian politiknya sambil tetap berperan aktif di berbagai isu internasional. Pendekatan multiblok, jelas Aswin, memang menuntut kehati-hatian untuk menjaga konsistensi dan kepercayaan internasional. Indonesia perlu menyeimbangkan keterlibatan aktif dengan berbagai pihak sambil mempertahankan netralitas dan independensinya.

Hal ini penting agar Indonesia tidak terjebak dalam ekspektasi keberpihakan dari negara lain, serta dapat terus memainkan peran yang relevan dan strategis dalam diplomasi global tanpa mengorbankan prinsip dasar politik luar negeri. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko, mengatakan AS dan Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.

Sebab itu, Indonesia harus bermain cerdik memanfaatkan rivalitas antar dua negara, tanpa kehilangan netralitas. Indonesia harus memperluas tujuan ekspor dan negara pemasok kebutuhan impor seiring dengan gejolak ekonomi di AS serta tekanan dari pasar Eropa dan Tiongkok. Diversifikasi ekspor, paparnya, bisa mengurangi tekanan di pasar internasional, dan mengurangi kebergantungan pada satu atau dua negara.

Tanpa Lawan

Presiden RI, Prabowo Subianto, mengaku rangkaian kunjungan ke luar negeri untuk memenuhi undangan AS dan Tiongkok serta menghadiri KTT APEC dan KTT G20. Kunjungan itu merupakan upaya pemerintah untuk berhubungan baik dengan semua negara.

Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia akan mengambil jalan politik tanpa lawan, dan memilih untuk tidak terseret dalam pertikaian antarnegara. "Indonesia mengambil jalan seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak. Pemimpin-pemimpin Indonesia harus menjaga bahwa Indonesia, rakyat Indonesia, bangsa Indonesia, tidak terseret ke dalam pertikaian orangorang lain. Kita hormati semua negara," kata Prabowo. Presiden menekankan bahwa Indonesia ingin menjadi tetangga dan mitra yang baik, namun tidak ingin menjadi pion.

Baca Juga: