Untuk berperang dengan Jepang, AS melakukan invasi ke Pulau Okinawa sebagai pijakan. Pertempuran ini dengan korban tentara sangat besar untuk wilayah yang sangat kecil, sia-sia karena AS akhirnya tidak jadi menggunakan wilayah ini, melainkan melakukan pemboman dengan bom atom.
Untuk berperang dengan Jepang, AS melakukan invasi ke Pulau Okinawa sebagai pijakan. Pertempuran ini dengan korban tentara sangat besar untuk wilayah yang sangat kecil, sia-sia karena AS akhirnya tidak jadi menggunakan wilayah ini, melainkan melakukan pemboman dengan bom atom.
Sebelum bom atom dijatuhkan, rencana Amerika Serikat (AS) adalah menyerang pulau-pulau utama Jepang. Namun yang diharapkan dari pertempuran di wilayah Pasifik tidak akan mudah karena Jepang diproyeksikan melawan dengan habis-habisan.
Melawan tentara yang bersedia menggunakan gelombang serangan bunuh diri kamikaze, AS tahu bahwa pertempuran yang akan datang akan lebih intens daripada yang pernah mereka alami sebelumnya.
Awal rencana untuk menyerang kepulauan utama Jepang memerlukan pendaratan amfibi di Pulau Okinawa. Pertempuran berdarah yang terjadi memberitahu AS bahwa mengalahkan Jepang untuk selamanya akan menjadi tugas yang sangat berat, berlumuran darah dan penuh kesengsaraan.
Pihak AS tahu bahwa merebut Okinawa, pulau terbesar di Kepulauan Ryukyu, akan menjadi tugas yang sangat berat dan mengakibatkan jumlah korban akan sangat tinggi. Pulau itu sendiri sangat cocok untuk benteng pertahanan bagi tentara Jepang. Di bagian selatan, terdapat tebing kapur, sementara di utara, pulau itu dipenuhi bukit-bukit terjal dan jurang. Selain itu, pulau itu dihuni oleh lebih dari 400.000 penduduk asli Okinawa.
Jepang telah mempersiapkan penduduk Okinawa untuk melawan segala upaya invasi AS. Melalui propaganda, Jepang menanamkan rasa takut pada orang-orang Okinawa. Upaya ini dibantu oleh trauma terhadap serangan AS. Pada September 1944, negara itu mengebom pulau menjadikan Kota Naha menjadi puing-puing.
Orang Jepang, yang kalah jumlah, harus memanfaatkan pertahanan alami ini dengan baik. Mereka tidak asing dengan peperangan semacam ini dan telah belajar dari pengalaman bertahun-tahun berperang melawan Tiongkok di daratan utama dan sekutu di Pasifik.
Dengan mengerahkan sekitar 80.000 tentara, pasukan Jepang didukung oleh 40.000 warga Okinawa yang direkrut untuk melawan AS.
Rencana AS yaitu melakukan pendaratan amfibi di sebidang pantai di pantai barat pulau itu. Dari sana, pasukan AS akan bergerak ke pedalaman, merebut lapangan udara di Yontan dan Kadena sebelum bergerak ke utara dan selatan. Untuk tujuan ini, AS akan memiliki keunggulan jumlah pasukan atas Jepang. Sebanyak 120.000 pasukan tempur akan dilibatkan, dengan bala bantuan terus-menerus yang meningkatkan jumlah total menjadi 250.000 seiring berjalannya operasi.
Tanggal invasi untuk Operation Iceberg ditetapkan pada tanggal 1 April 1945. Sebelumnya pada tanggal 24 Maret, pasukan AS mulai mendarat di pulau-pulau kecil di sekitar Okinawa sebagai persiapan untuk invasi. Pada tanggal 29 Maret 2945, armada AS bergerak ke posisi dan memulai pemboman, mempersiapkan jalan bagi pasukan.
Pada pagi hari tanggal 1 April 1945, kapal pendarat berlayar menuju pantai di pesisir barat Okinawa. Mengharapkan pertempuran sengit, pasukan AS tentu saja gugup. Beruntung mereka hanya menghadapi perlawanan sporadis saat mendarat. Pendaratan ini melibatkan total 60.000 tentara dan marinir AS dalam apa yang akan menjadi pendaratan amfibi terbesar di wilayah Pasifik selama Perang Dunia Kedua.
Laksamana Mitsuru Ushijima, yang bertanggung jawab atas pasukan Jepang, telah memutuskan untuk tidak melawan pendaratan tersebut. Mengetahui pasukannya kemungkinan akan kalah jumlah, ia tidak ingin menyia-nyiakan prajuritnya. Sebaliknya, ia memanfaatkan fitur alam pulau itu untuk menyerang di mana pun ia bisa dan menimbulkan kerusakan paling besar dengan kerugian minimal.
Pasukan Jepang telah mundur ke daerah pegunungan di pulau itu, tempat mereka membangun banyak bunker dan sistem terowongan. Pada tanggal 2 April 1945, dua lapangan udara di dekat tempat pendaratan diamankan dan pasukan AS melanjutkan serangan mereka terhadap perlawanan ringan Jepang.
Pada tanggal 5 April 1945, mereka mencapai pantai timur pulau itu, yang secara efektif membelah pulau itu menjadi dua. Dari titik ini, Angkatan Darat AS bergerak ke selatan, dan marinir AS bergerak ke utara.
Saat mereka melakukannya, perlawanan Jepang mulai menguat, dan ilusi kemenangan mudah bagi AS mulai menghilang. Pada tanggal 6 April 1945, kampanye udara Jepang dimulai, dan armada AS menjadi sasaran serangan kamikaze massal yang diluncurkan dari Kyushu dan Formosa (Taiwan).
Selain serangan udara, kapal kamikaze juga digunakan. Dari tanggal 6-7 April 1945, lebih dari 350 serangan kamikaze dilakukan terhadap armada AS. Meskipun badai kamikaze sangat dahsyat, namun tidak seefektif yang diharapkan Jepang.
Memang benar bahwa sejumlah besar kapal AS tenggelam, tetapi tidak ada yang lebih besar dari kapal perusak, sehingga kapal induk, kapal perang, dan kapal penjelajah yang rusak masih mampu bertahan dari serangan dengan utuh.
Didukung oleh gelombang serangan kamikaze, kapal perang Jepang, Yamato, memasuki medan pertempuran. Jepang juga berharap kekuatan kapal perang terbesar yang pernah dibangun akan membalikkan keadaan, tetapi kapal itu justru menjadi sasaran empuk bagi pesawat berbasis kapal induk.
Tenggelamnya kapal Yamato menandai berakhirnya era kapal perang dan kemampuan Jepang untuk menghasilkan perlawanan angkatan laut yang efektif terhadap armada AS.
Sengit dan Mengerikan
Sementara itu di bagian selatan, gerak maju AS terhenti sementara oleh perlawanan keras dari Jepang yang memanfaatkan punggung bukit yang rapat untuk menguntungkan mereka. Pertempuran di Kakazu Ridge, Nishibaru Ridge, dan Tombstone Hill berakhir menjadi pertumpahan darah, yang merenggut nyawa lebih dari 450 tentara AS dan lebih dari 5.000 tentara Jepang.
Banyaknya korban jiwa ini berdampak besar pada moral Jepang. Akibatnya pasukan Jepang mundur lebih jauh ke selatan ke garis pertahanan baru yaitu ke Tebing Maeda yang terkenal dengan sebutan Hacksaw Ridge, tempat AS menghadapi perlawanan yang amat sengit dan menderita kerugian yang mengerikan.
Sepanjang bulan April 1945, tentara AS bergerak maju perlahan dan menghantam pertahanan Jepang. Sayangnya kemajuan AS terhenti lagi dan pengurangan pasukan mengakibatkan para prajurit harus dirotasi dan digantikan dengan marinir. Secara total sekitar 77.000 tentara Jepang tewas. Sebaliknya, orang AS menderita 50.000 korban, dengan 12.000 diantaranya tewas.
Selama operasi angkatan laut, Jepang melancarkan lebih dari 1.000 serangan kamikaze. Ini merupakan penggunaan taktik semacam itu yang paling besar selama seluruh perang. Pertempuran Okinawa adalah pertumpahan darah untuk sebidang tanah yang sangat kecil dengan tingkat korbannya sangat besar.
Pada akhirnya, invasi itu sebagian besar tidak diperlukan. Pulau itu diserbu karena kebutuhan akan pijakan untuk meluncurkan kampanye melawan kepulauan utama Jepang. Sayangnya rencana ini tidak pernah terwujud karena bom atom akan mengakhiri perang lebih cepat. hay/I-1