« Penurunan skor di JESG EMBI bisa menurunkan kepercayaan investor saat Pertamina akan mengeluarkan obligasi global. Kecenderungan investor global saat ini adalah menempatkan dananya pada perusahaan yang punya komitmen pada prinsip ESG, prinsip investasi berkelanjutan

PT Pertamina (Persero) kembali mencatatkan namanya sebagai satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar Fortune Global 500 tahun 2021. Dengan nilai pendapatan perusahaan sebesar 41,47 miliar dollar AS pada tahun buku 2020, Pertamina berada di posisi 287.

Ini merupakan yang kedelapan kali Pertamina masuk dalam Fortune 500 Global. Pertamina masuk ke jajaran tersebut sejak tahun 2013, dan sempat terdepak pada tahun lalu tanpa alasan yang jelas. Dugaan yang berkembang saat itu adalah penurunan kinerja pendapatan tahun 2019 sebesar 5,7 persen menjadi 54,6 miliar dollar AS, dari capaian 2018 senilai 57,9 miliar dollar AS.

Adapun perusahaan migas internasional yang masuk ke dalam daftar 10 besar Fortune Global 500 ini yaitu raksasa energi asal China, China National Petroleum (CNP) dan Sinopec Group yang masing-masing menduduki peringkat ke-4 dan ke-5 Fortune Global 500 tahun 2021. CNP tercatat memiliki pendapatan 283,96 miliar dollar AS dan laba 4,57 miliar dolar AS. Sementara Sinopec tercatat memiliki pendapatan 283,73 miliar dolar AS dan laba 6,21 miliar dollar AS. Posisi teratas masih diduduki raksasa ritel Walmart dari AS.

Adapun beberapa perusahaan migas internasional lainnya, kendati secara finansial berhasil mencapai pendapatan signifikan, namun perusahaan tersebut mengalami kerugian pada 2020, di antaranya BP (peringkat 18), Royal Dutch Shell (19), Exxon Mobile (23), Chevron (75), dan Petronas (277). Berada di bawah peringkat Pertamina, Repsol di posisi 381, sedangkan dari industri lain terdapat nama Coca-Cola (370), Tesla (392), dan Danone (454).

Dari 31 negara asal perusahaan yang masuk Fortune 500, ada 15 negara yang perusahaan berpendapatan terbesarnya bergerak di sektor energi. Sebut saja BP (Inggris), Royal Dutch Shell (Belanda), Saudi Aramco (Arab Saudi), BHP (Australia), Gazprom (Russia),dan Gelncore (Swiss).

Tentu saja kabar kembali masuknya Pertamina dalam Fortune 500 Global membanggakan manajemen dan Indonesia. Apalagi tahun lalu Pertamina sempat terlempar dari daftar tersebut. Masuk dalam Fortune 500 Global adalah bukti pengakuan dunia akan eksistensi Pertamina dan juga bukti berjalannya pembenahan organisasi belakangan ini.

Namun juga jangan cepat berpuas diri. Perusahaan sekelas Pertamina harusnya membidik target 50 besar sebab Pertamina memiliki segala syarat, baik kualitas dan kapabilitas untuk menunjangnya sebagai salah satu perusahaan besar dunia.

Untuk bisa mencapai ke arah sana, Pertamina harus berbesar hati menerima masukan baik dari internal maupun pihak luar. Seperti kritik Komisaris Utama yang tujuan utamanya menjadikan Pertanina lebih baik dan transparan.

Pertamina juga harus terus berbenah memperbaiki diri. Harap diingat, Pertamina berada dalam pantauan untuk dihapus dari daftar JP Morgan ESG (Enviromental, Social and Good Governance) Emerging Market Bond Index atau JESG EMBI.

Menurut JP Morgan,penurunan skor Pertamina antara lain karena kebakaran kilang yang memaksa adanya evakuasi hampir 1.000 orang. Kejadiannya seperti terus-terusan, mulai tumpahan minyak Blok ONWJ (Offshore North West Java), lalu kebakaran di Kilang Balongan (Jabar), dan Cilacap (Jateng) yang tumpahan minyak mengganggu ekonomi nelayan. Ini membuktikan bahwa Pertamina belum optimal dalam mengelola investasi berkelanjutan, termasuk memitigasi risiko operasional yang berdampak pada lingkungan dan sosial masyarakat.

Hal ini harus segera dibenahi karena bisa menurunkan kepercayaan investor saat Pertamina akan mengeluarkan obligasi global. Kecenderungan investor global saat ini adalah menempatkan dananya pada perusahaan yang punya komitmen pada prinsip ESG, prinsip investasi berkelanjutan.

Baca Juga: