JAKARTA - Di Indonesia pada 2020 menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan jumlah sampah mencapai 67,8 juta ton per tahun dan akan meningkat 5 persen. Dari angka itu jumlah sampah plastik mencapai 15 persen.

Di pulau Jawa sendiri tercatat 88,17 persen sampah plastik yang tidak ramah lingkungan masih diangkut dan menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa didaur ulang atau berserakan di lingkungan. Pemerintah menargetkan pengurangan sampah hingga 30 persen pada 2025, dengan berbagai regulasi dan gerakan.

Perencana Madya pada Direktorat Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Erik Armundito, S.T., M.T., Ph.D mengungkapkan, peran individu dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan target nasional penanggulangan sampah, termasuk sampah plastik."Peran tokoh panutan, yaitu mereka yang memiliki komitmen terhadap pengelolaan sampah, bisa jadi pejabat, wakil rakyat, tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun dari public figure dapat membantu dalam mengatasi masalah sampah," ujar dia dalam webinar Selasa (16/11).

Sosiolog dan Pengajar Fisipol Universitas Gadjah Mada Dr. Arie Sujito, S.Sos M.Si menerangkan, kemampuan mengelola sampah dan menjaga kelestarian lingkungan adalah penanda peradaban, dan inilah yang menjadi tantangan bersama. Masyarakat harus terlebih dahulu mengubah persepsi mengenai lingkungan dan sampah.

"Lingkungan harus dijaga agar kualitas kehidupan tetap baik untuk masa kini dan masa mendatang. Mereka perlu memandang sampah plastik sebagai bagian dari masalah lingkungan bukan hal yang menjijikkan atau tidak bermakna, melainkan bagian dari keseharian yang jika mampu dikelola dan dikendalikan akan meningkatkan kualitas hidup," ujar dia.

Pandangan ini sejalan dengan kajian perilaku seseorang dalam ilmu psikologis. Mereka yang masih tidak memiliki kepedulian terhadap sampah umumnya kurang memiliki empati atau apatis pada sampah. Hal ini disebabkan penolakan dan ketidaknyamanan untuk mengakui permasalahan sampah adalah hal yang nyata dan mengancam kehidupan mereka.

Psikolog klinis Tara de Thouars, BA, M. Psi menjelaskan, perilaku peduli terhadap masalah sampah adalah pilihan yang sangat subjektif. Pertama-tama perlu ditanamkan kesadaran bahwa bertanggung jawab terhadap sampah adalah langkah kebaikan sederhana namun berdampak besar.

"Untuk memiliki kesadaran, perlu dimulai dengan adanya sense of purpose karena seseorang baru akan termotivasi jika apa yang dilakukannya memiliki tujuan dan arti. Lebih bijak mengelola sampah bisa menjadi salah satu bentuk sense of purpose bahwa mereka sudah berhasil mewujudkan purpose yang positif bagi diri dan lingkungannya," paparnya.

Setelah itu, perbuatan bijak ini perlu didukung dan dipertahankan dengan adanya self reward, sesederhana mengapresiasi diri setelah melakukan sebuah kebaikan terkait dengan sampah. Pada akhirnya, self reward ini dapat menjadi dorongan bagi seseorang untuk mengubah perilakunya secara jangka panjang.

Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi menyatakan, mengatasi permasalahan sampah menjadi komitmen jangka panjang perusahaan. "Sebagai bentuk tanggung jawab, Unilever akan mengurangi setengah dari penggunaan plastik baru, mendesain 100 persen kemasan plastik produknya agar dapat didaur ulang, dan digunakan kembali," ungkapnya.

Baca Juga: