JAKARTA - Indeks persaingan usaha di Indonesia membaik meskipun di tengah pandemi Covid-19 sehingga diharapkan turut menintkan iklim bisnis di Tanah Air. Persaingan usaha tidak sehat dan praktik monopoli lebih merugikan publik ketimbang perilaku korupsi.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan indeks persaingan usaha di Indonesia tahun ini tercatat 4,81 atau naik tipis dibandingkan catatan pada tahun sebelumnya di posisi 4,67. KPPU bekerja sama dengan Universitas Padjajaran melalui lembaga kajian dan riset Center for Information and Development Studies (CIDES) dalam merilis indeks persaingan usaha tahun ini.
"Ada peningkatan indeks persaingan usaha di Indonesia sekalipun kita ada di masa pandemi," kata Komisioner KPPU, Afif Hasbullah dalam diskusi di Jakarta, Selasa (23/11).
Afif menyampaikan salah satu indikator yang meningkatkan indeks adalah terkait kelembagaan KPPU yang memfungsikan peranannya sebagai pengawas usaha bagi Indonesia. Selain itu, kenaikan indeks juga dipengaruhi beberapa regulasi yang mengalami perbaikan, seperti beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang berubah oleh Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam keterangan terpisah, Guru Besar Universitas Padjajaran sekaligus Ketua Tim Indeks Persaingan Usaha 2021 Maman Setiawan mengatakan ada tujuh indikator yang digunakan dalam indeks ini, yaitu struktur, perilaku, kinerja, permintaan, pasokan, kelembagaan, dan regulasi.
Indikator tersebut memiliki beberapa poin, seperti indikator perilaku yang mengukur jumlah perusahaan hingga diferensiasi produk, indikator perilaku yang mengukur harga hingga promosi, dan indikator regulasi yang mengukur peraturan yang ada terkait persaingan usaha. Pada setiap indikator memiliki nilai seperti struktur sebesar 4,34, perilaku sebesar 3,58, kinerja sebesar 4,86, permintaan sebesar 4,06, pasokan sebesar 4,94, kelembagaan sebesar 4,61, dan regulasi sebesar 6,12.
Kurang Populis
Afif mengungkapkan berbagai isu persaingan usaha di Indonesia sebenarnya cukup bagus, tetapi popularitasnya masih berada di bawah isu pemberantasan korupsi. Sepanjang 2021, jumlah laporan yang masuk ke KPPU sebanyak 115 laporan dengan rincian tujuh laporan sudah masuk ke tahap penyelidikan, 79 laporan masih dalam proses, dan 29 laporan telah dinyatakan berhenti.
Jenis laporan yang masuk itu 73 persen berupa tender dan 27 persen non tender. Nilai laporan tender paling banyak berada di bawah Rp30 miliar dengan porsi 48 persen. Beberapa kasus fenomenal yang ditangani oleh KPPU adalah monopoli ekspor benih lobster, monopoli tiket perjalanan umrah maskapai Garuda, hingga yang terbaru bisnis reaksi berantai polimerase atau PCR.
Afif memperingatkan persaingan usaha tidak sehat dan praktik monopoli lebih merugikan publik ketimbang perilaku korupsi.