SYDNEY - Guncangan geopolitik dapat mengganggu lanskap politik dan keamanan dan merusak persatuan di kawasan Kepulauan Pasifik di tengah persaingan strategis antara Tiongkok dan sekutu Amerika Serikat (AS). Hal ini diungkapkan oleh sebuah laporan lembaga pemikir memperingatkan menjelang pertemuan puncak tahunan para pemimpin Kepulauan Pasifik.
"Negara-negara Kepulauan Pasifik dihargai dalam rencana pertahanan negara-negara besar dunia karena lokasinya yang strategis, termasuk untuk memantau dan mengendalikan pergerakan angkatan laut di Samudra Pasifik," demikian laporan Lowy Institute.
Laporan lembaga pemikir ini mencatat persaingan yang intens antara negara-negara seperti Tiongkok, AS, serta sekutunya, Australia dan Jepang, untuk mendapatkan pengaruh di wilayah tersebut.
"Penjangkauan dan aktivitas Tiongkok di kawasan ini tampaknya tidak kenal lelah dan diimbangi oleh sekutu AS, termasuk donor bantuan terbesar, Australia," kata lembaga pemikir itu.
"Menghadapi 'permainan besar' baru ini, negara-negara Kepulauan Pasifik telah menjadi penentu harga secara diplomatis dan memanfaatkan peningkatan persaingan untuk memaksimalkan manfaat pembangunan," kata penulis laporan untuk Lowy Institute, Mihai Sora, Meg Keen, dan Jessica Collins.
Laporan ini memperingatkan bahwa persaingan strategis yang tak terkendali ini menantang tata kelola yang baik dan transparansi, dan negara-negara kecil di Kepulauan Pasifik berisiko kewalahan.
Kepentingan negara-negara donor yang saling bersaing telah menarik Kepulauan Pasifik ke arah yang berbeda, membebani birokrasi yang kecil, dan berisiko mengganggu prioritas lokal, lapor Lowy Institute.
Manfaatkan Kerentanan
Tiongkok telah menjadi pemain utama di kawasan ini, dalam bidang keuangan pembangunan, pelabuhan, bandara, dan telekomunikasi, serta berupaya mendapatkan peran yang lebih besar di bidang militer, kepolisian, konektivitas digital, dan media.
Kerentanan Kepulauan Pasifik terhadap perubahan iklim juga dimanfaatkan, dengan mitra eksternal yang menawarkan bantuan untuk akses ke Pasifik, kata laporan itu, tanpa menyebutkan nama negaranya.
"Memobilisasi aset angkatan laut dan udara untuk tanggap bencana melibatkan pengamanan hak untuk menggunakan pelabuhan, landasan udara, dan rute maritim, yang mendorong negara-negara besar berebut untuk menjadi pihak pertama yang merespons," ungkap laporan itu.
Tiongkok telah menjadi tuan rumah bagi tiga pemimpin Kepulauan Pasifik untuk tur panjang di negara Asia utara tersebut menjelang pertemuan para pemimpin Forum Kepulauan Pasifik di Tonga, yang dimulai pada Senin (26/8) mendatang.
Perdana Menteri Fiji, Sitiveni Rabuka, telah bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing pada Selasa (20/8) lalu, bahkan ketika pemerintah Fiji menandatangani kesepakatan dengan Korps Perdamaian AS untuk merekrut insinyur perangkat lunak dan mengumumkan Google akan membangun pusat data senilai 200 juta dollar AS untuk mendukung kabel bawah laut baru.
Sedangkan para pemimpin Vanuatu dan Kepulauan Solomon mengunjungi Tiongkok pada bulan Juli.
Laporan tersebut menemukan bahwa negara-negara Kepulauan Pasifik menekankan kebutuhan mereka dengan lebih berani dalam keterlibatan internasional, meminta kesepakatan yang lebih baik dalam perdagangan, mobilitas tenaga kerja, konektivitas digital, dan ketahanan iklim. ST/I-1