Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan akhirnya mengumumkan tentang terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Perppu tentang pembubaran Ormas itu ditujukan untuk mengantisipasi kegiatan ormas yang dinilai mengancam eksistensi bangsa dan menimbulkan konflik.

Dengan adanya Perppu 2/2017, prosedur pembubaran ormas oleh pemerintah menjadi lebih singkat dan ringkas. Sebanyak 18 pasal yang mengatur soal proses pembubaran, dihapus. Kini, syarat administrasi bagi ormas yang melanggar peraturan hanya ada 3 tahap yaitu peringatan tertulis 1 kali, penghentian kegiatan ormas, dan pembubaran.

Setidaknya ada dua alasan yang dikemukakan pemerintah mengapa perlu dikeluarkan perppu ini. Pertama, dari sisi administrasi. UU Ormas yang berlaku saat ini tidak memadai untuk mengatur perkembangan ormas yang bertentangan dengan dasar negara. UU Ormas itu tidak mengatur mengenai pemberian izin dan pencabutan izin.

Kedua, UU Ormas itu kurang memadai dalam memberikan definisi mengenai ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam UU Ormas itu, dituliskan bahwa ormas yang dibubarkan adalah ormas yang bertentangan dengan Pancasila, yakni ormas yang memiliki ideologi ateisme, komunisme, dan marxisme-leninisme. UU tersebut tidak menyebutkan tentang sanksi terhadap ajaran lain yang memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan berkeinginan menggantikan dasar negara.

Pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Aturan ormas yang sudah ada lemah dari segi substansi yang terkait dengan norma, larangan dan sanksi, serta prosedur hukum. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 itu tidak mewadahi asas hukum administrasi contrario actus. Yaitu asas bahwa lembaga yang mengeluarkan izin atau mengesahkan adalah lembaga yang seharusnya mempunyai wewenang mencabut atau membatalkan ormas itu.

Wewenang pembubaran ormas melalui perppu ini diberikan kepada Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Dalam Negeri. Dua lembaga tersebut akan meneliti laporan dan bukti data aktivitas ormas yang dianggap menentang dasar negara, kemudian memberi keputusan apakah ormas itu perlu dibubarkan atau tidak.

Publik terlanjur memiliki persepsi bahwa penyusunan perppu ini erat dikaitkan dengan upaya pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Perppu dinilai sebagai jalan pintas membubarkan HTI karena mekanisme pembubaran ormas melalui pengadilan rumit dan lama. Namun saat mengumumkan penerbitan Perppu No 2/2017 itu di Kemenkopolhukam, Jakarta, Menko Polhukam tidak pernah mengungkit dan menyinggung soal HTI.

Karena itu, publik diharapkan tetap dengan kepala dingin dalam menyikapi Perppu tentang Organisasi Kemasyarakatan itu. Publik perlu berfikir jernih dan bijak. Penerbitan Perppu ini merupakan langkah tepat jika UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas dianggap tidak memadai lagi untuk menghadapi munculnya kelompok ideologi di luar Pancasila.

Pemerintah memang harus hadir dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah tidak bisa hanya mengeluarkan imbauan terkait persatuan bangsa. Kita juga berharap Perppu 2/2017 itu tidak dimaksudkan untuk membatasi kegiatan ormas. Ormas di tingkat nasional dan daerah yang jumlahnya mencapai 344.039 kelompok itu harus diberdayakan di berbagai bidang kehidupan.

Jika ada yang menilai pembubaran ormas yang dilakukan pemerintah tak benar, maka keputusan pemerintah itu dapat diuji di pengadilan. Yang harus kita sepakati adalah kebebasan berorganisasi harus disertai tanggung jawab dan merupakan tugas pemerintah untuk mengawalnya.

Perppu ini memang membuka peluang untuk pemerintah berbuat sewenang-wenang membubarkan ormas yang secara subjektif dianggap pemerintah bertentangan dengan Pancasila tanpa melalui proses peradilan. Karena itu perlu mengingatkan pemerintah bahwa kebebasan berserikat adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.

Baca Juga: