JAKARTA - Kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 dengan memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diperkirakan bakal mendorong permohonan restrukturisasi kredit meningkat kembali.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengatakan, hingga 19 Juli 2021, outstanding pokok restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 181,44 triliun rupiah dari 5,75 juta kontrak pengajuan. Jumlah tersebut berasal dari 167 multifinance yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dari jumlah itu, permohonan restrukturisasi yang masih tahap proses berasal dari 260,771 kontrak dengan nilai outstanding pokok sebesar 7,62 triliun rupiah dan bunga sebesar 1,84 triliun rupiah.

Industri pembiayaan sendiri telah menyetujui permohonan restrukturisasi dari 5,14 juta kontrak dengan outstanding pokok senilai 164,95 triliun rupiah dan bunga sebesar 44,91 triliun rupiah. Sedangkan pengajuan restrukturisasi yang ditolak berasal dari 353.376 kontrak dengan outstanding pokok 8,87 triliun rupiah dan bunga sebesar 2,26 triliun rupiah.

Lakukan Penilaian

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri, Ahmad Siddik Badruddin, dalam pemaparan kinerja triwulan II-2021 di Jakarta, Kamis (29/7), mengatakan masih terus melakukan penilaian terhadap potensi dampak PPKM darurat terhadap kualitas aset produktif atau kredit.

Kendati demikian, perseroan sudah melakukan antisipasi penurunan kualitas kredit serta potensi pemburukan aset setelah program restrukturisasi Covid-19 berakhir lewat pencadangan.

Per Juni 2021, Bank Mandiri telah mengalokasikan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dari 13 persen total baki debet restrukturisasi Covid-19. "Sebagian besar pencadangan dialokasi untuk kredit restrukturisasi dari jasa konstruksi dan infrastruktur, properti, kendaraan, hotel, restoran, dan karaoke, serta jasa transportasi. Skenario yang dilakukan bank sudah sejalan dengan rencana bisnis bank dan diperkirakan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan/NPL sampai akhir 3,1 persen atau relatif sama dengan posisi Juni," kata Siddik.

Sementara rekannya, Direktur Keuangan Bank Mandiri, Sigit Prastowo, mengatakan bank terus memupuk pencadangan guna memitigasi risiko kredit di tengah tekanan pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Meskipun rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) hingga Juni sudah turun, namun coverage rasio terhadap NPL masih ditingkatkan. Bank kemungkinan akan menambah pencadangan jika kredit yang direstrukturisasi tidak menunjukkan tanda-tanda untuk membaik.

Bank Mandiri, kata Sigit, telah membentuk pencadangan dengan konservatif di kisaran 221,87 persen per Juni 2021 atau sebesar 8,7 triliun rupiah atau meningkat 26,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu di level 195,53 persen. "Bank Mandiri sudah memupuk pencadangan sejak awal pandemi untuk mengantisipasi risiko kredit, termasuk di dalam mengalokasikan CKPN khusus untuk kredit yang direstrukturisasi karena Covid-19. Jika tahun 2019 pencadangan yang dialokasi hanya mencapai 9,9 triliun rupiah maka pada 2020 telah mencapai 17,9 triliun rupiah. n bud/E-9

Baca Juga: