JAKARTA - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, YB. Suhartoko merespons masalah minimnya serapan pekerja. Sebab ini menjadi salah satu tantangan ekonomi ke depannya seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo kemarin.
Suhartoko mengatakan, ada dua pilihan terkait strategi industrialisasi. Pertama, strategi industrialisasi membangun manufaktur yang menghasilkan barang yang selama ini diimpor, terutama industri manufaktur yang menggunakan teknologi tinggi yang seringkali tingkat penguasaan teknologi negara tersebut rendah.
Strategi substitusi impor juga membutuhkan investasi yang besar, sehingga negara harus berutang besar untuk mewujudkannya. Hanya sebagian kecil negara negara yang sukses menjalankan strategi ini.
"Strategi kedua adalah orientasi ekspor. Teknologi yang digunakan bisa menyesuaikan komoditi yang akan diekspor dan kemampuan sumber daya manusia. Keunggulan bahan baku dan kemauan meningkatkan nilai tambah, serta pasar ekspor yang luas menjadi kunci keberhasilan strategi ini," ucap Suhartoko.
Indonesia dengan kekuatan penghasil komoditi dan lemahnya sumber daya manusia lebih tepat melakukan strategi orientasi ekspor yang dikembangkan berdasarkan keunggulan komoditi antar-pulau antar-provinsi
Dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa sepakat perlunya mengurangi impor dengan membangun industri dalam negeri.
"Perlu lebih massif lagi membangun industri kreatif yang didukung SDM berkarakter dan inovatif. Perlu dikaitkan juga dengan pembangunan industri agro-maritim yang dapat menyerap banyak lapangan kerja," ucap Awan.
Tentu dibarengi dengan upaya serius untuk mengurangi dan menghilangkan ketergantungan terhadap impor.
Presiden Jokowi dalam sambutannya pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024, di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9), mengatakan, salah satu tantangan perekonomian ke depan adalah bagaimana membuka lapangan kerja baru di tengah meningkatnya otomasi atau penggunaan teknologi di berbagai sektor.
"Kalau kita baca tahun 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta. Sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja," kata Presiden. Saat ini, seluruh sektor pekerjaan mengarah kepada otomasi, dan perkembangan otomasi itu terus terjadi setiap hari.
Sebab itu, Indonesia perlu memikirkan pembukaan lapangan kerja dengan baik. "Kalau bapak-ibu bertanya pada saya, fokus ke mana? Kalau saya, sekarang maupun ke depan kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja, sedangkan sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," kata Kepala Negara.