“Jadwal penyelenggaraan pemilu adalah salah satu persoalan yang sangat serius dan berdampak kepada turunan lainnya di dimensi-dimensi utama penyelenggaraan pemilu."
JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta adanya penataan baru terkait jadwal pemilu tingkat nasional dan daerah kepada Mahkamah Konstitusi (MK) melalui pengujian materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.
"Jadwal penyelenggaraan pemilu adalah salah satu persoalan yang sangat serius dan berdampak kepada turunan lainnya di dimensi-dimensi utama penyelenggaraan pemilu," ucap kuasa hukum Perludem, Fadli Ramadhanil, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Jumat (4/10).
Pada perkara ini, Perludem mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Perludem meminta kepada MK agar menyatakan sistem pemilu yang konstitusional adalah pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah. Di antara pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tersebut diberi jarak dua tahun.
Pemilu serentak nasional terdiri dari pemilihan presiden, DPR, dan DPD, sementara pemilu serentak daerah terdiri dari pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut Perludem, pemilu serentak lima kotak suara yang dilakukan selama ini telah melemahkan pelembagaan partai politik dan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat di dalam penyelenggaraan pemilu.
Pelaksanaan pemilu presiden, DPR, dan DPD yang berbarengan dengan pemilu DPRD provinsi dan kabupaten/kota dinilai menyebabkan partai politik tidak punya cukup waktu melakukan rekrutmen dan kaderisasi.