Fortifikasi semestinya tak hanya dilakukan pada beras saja, tetapi bisa diperluas untuk bahan pangan lain, tanpa mengubah sifat dasar produk tersebut.

JAKARTA - Pemerintah mendorong fortifikasi sebagai salah satu upaya mengatasi kekurangan gizi dan malanutrisi. Pemerhati pangan berharap cakupan fortifikasi pangan ini diperluas, bukan hanya dibicarakan karena momentum Hari Pangan Sedunia (HPS) saja yang jatuh setiap 16 Oktober. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan upaya menjaga ketersediaan pangan harus dibarengi dengan perbaikan kualitas gizi masyarakat.

"Hari Pangan Sedunia (HPS) yang baru saja kita peringati pada 16 Oktober, menjadi momentum yang baik bagi kita untuk meningkatkan kesadaran dan inisiatif untuk membangun ketahanan pangan yang lebih baik. Upaya perbaikan gizi masyarakat, misalnya melalui fortifikasi, ini selaras dengan upaya mewujudkan hak atas pangan untuk hidup lebih baik, sesuai tema yang diusung pada peringatan HPS tahun ini," ujar Arief di Jakarta, Kamis (17/10).

Stunting menjadi salah satu bentuk malanutrisi kronis yang masih terus membutuhkan perhatian pemerintah. Melalui upaya fortifikasi turut mendukung perbaikan gizi yang pada akhirnya berkontribusi pada penurunan stunting. Fortifikasi pangan atau pengayaan adalah proses penambahan mikronutrien, seperti vitamin dan unsur renik esensial pada makanan, antara lain susu, roti, yogurt, minuman sari buah, sereal sarapan, garam, minyak goreng, tepung, dan lain-lainnya.

"Kami di Bapanas telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kernel beras fortifikasi dan akan melanjutkan dengan penyusunan SNI beras fortifikasi. Ini akan menjadi acuan, baik untuk produksi sukarela maupun program bantuan pangan yang diberikan oleh pemerintah," ujar Arief. Dia berharap penerapan standar ini akan mempermudah para pemangku kepentingan dalam mengembangkan dan mengadopsi fortifikasi pangan di Indonesia.

Dalam seminar dan workshop tentang "Peran Fortifikasi dalam Meningkatkan Kualitas Pangan" di Universitas Jember (UNEJ), Rabu (16/10), Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas, Yusra Egayanti, menekankan beras fortifikasi berperan strategis dalam menangani stunting. "Beras fortifikasi tidak hanya menjadi sumber karbohidrat, tetapi juga diperkaya dengan berbagai zat gizi mikro, seperti vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc. Dengan kandungan nutrisi tersebut, beras ini bisa membantu menurunkan angka stunting di Indonesia," ujar Yusra.

Fortifikasi Diperluas

Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna, menyatakan peningkatan kualitas gizi dan ketahanan pangan merupakan faktor kunci mewujudkan Indonesia Emas 2045. Teknologi inovatif, seperti fortifikasi pangan menjadi sangat penting untuk mencapai target tersebut.

"Kita masih melihat kasus stunting di berbagai daerah. Jika masalah ini tidak segera diatasi, akan sulit bagi kita mencapai Indonesia Emas 2045. Sebuah visi Indonesia maju, sejahtera, dan berdaya saing tinggi," kata Iwan. Dia berharap lebih banyak bahan pangan lain yang dapat difortifikasi tanpa mengubah sifat dasar produk tersebut.

Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), mengatakan urusan pangan, kualitas pangan, dan swasembada bukan hanya karena momentum Hari Pangan saja, tetapi harus terus-menerus. "Saya tidak sepakat kalau urusan pangan ini hanya karena Hari Pangan saja. Orang kita terlalu suka dengan yang namanya momentum. Padahal, masalah pangan ini mestinya urusan yang setiap hari dan harus konsisten pemerintah lakukan," pungkas Anthony.

Baca Juga: