JAKARTA - Direktur Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) untuk Indonesia, Jiro Tominaga, mengatakan diperlukan berbagai terobosan untuk membangun produktivitas pertanian di Indonesia mengingat pekerja sektor pertanian tersebut menikmati tingkat produktivitas yang rendah, dengan mayoritas adalah petani kecil.

Petani kecil menderita produktivitas yang rendah terutama karena mereka terus mengandalkan metode produksi yang sudah ketinggalan zaman dan memiliki akses terbatas ke pasar.

"Mustahil bagi mereka untuk memaksimalkan keuntungan dalam sistem rantai pasokan serta nilai tradisional yang berlapis-lapis dan buram," ungkap Jiro Tominaga, di Jakarta, Kamis (16/3).

Oleh karena itu, ia mengatakan diperlukan berbagai terobosan untuk membangun produktivitas pertanian di Tanah Air yang berkelanjutan. Tingkat produktivitas yang rendah tersebut tecermin dalam survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, di mana 99,94 persen petani di Indonesia mengelola lahan pertanian dengan luas rata-rata 0,95 hektare dan hanya mendapatkan pendapatan tahunan rata-rata 15,41 juta rupiah atau sekitar 1.076 dollar AS.

Padahal, menurut Jiro, pertanian sangat penting bagi upaya Indonesia untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengentaskan kemiskinan, dan mendorong pertumbuhan yang inklusif. Sektor pertanian bahkan mempekerjakan sepertiga dari total tenaga kerja di Indonesia.

Adapun pengalaman proyek ADB serta inisiatif publik dan swasta di Indonesia menunjukkan pentingnya mengembangkan ekosistem dan memanfaatkan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) untuk petani kecil.

Dengan demikian, dirinya berharap upaya dan dukungan di masa depan yang diperlukan untuk membangun sektor pertanian baru yang andal dan produktif bagi Indonesia dapat terus dilakukan.

"Langkah ini demi mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan inklusif," tuturnya.

Petani Harus Dilibatkan

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan rendahnya produktivitas karena kecilnya skala petani dan support produksi.

"Dukungan untuk menggenjot produksi petani itu kecil, khususnya dalam bentuk sarana produksi (saprodi) pertanian. Selama ini masih minim," tegas Qomar kepada Koran Jakarta, Kamis (16/3).

Menurut dia, untuk meningkatkan produktivitas petani ekosistemnya harus mendukung termasuk kapasitas finansial petani, selain alat-alat pertanian yang moderen tadi.

Petani harus dilibatkan dalam pengembangan sistem distribusi produk pertanian. Produsen pangan juga harus dilibatkan dalam jaringan distribusi agar kapasitas ekonominya terbantu. Begitu juga peningkatan kapasitas petani dalam hal kelembagaan, keterampilan teknis, jaringan dan material.

Tak hanya itu, Qomar juga berharap agar reformasi agraria, terutama redistribusi lahan segera dijalankan. Begitu pula penguatan kelembagaan ekonomi petani dalam bentuk koperasi-koperasi produksi.

Baca Juga: