JAKARTA - Presidensi G20 mesti dimanfaatkan Indonesia secara optimal untuk membangun dan menumbuhkan optimisme tentang solusi masalah iklim dan penguatan ketahanan energi nasional maupun global.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Mohammed Ali Berawi, dalam keterangan tertulisnya mengatakan pemerintah perlu terus berupaya memperbaiki iklim investasi guna meningkatkan daya saing investasi di sektor energi melalui berbagai kemudahan dan insentif.

Kebijakan pemerintah, katanya, harus mengarah pada pemberian insentif bagi penggunaan energi bersih, seperti energi terbarukan serta mendorong konsumsi energi untuk dapat memperhatikan emisi karbon.

Menurut dia, pembangunan terus dilanjutkan dengan mempertahankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, target penurunan emisi, dan kapasitas daya dukung sumber daya alam.

"Pemerintah seyogianya akan membuat kebijakan yang mengakomodasi nilai ekonomi karbon yang implementasinya akan dilakukan secara bertahap, termasuk pengenaan pajak karbon," kata Berawi.

Sistem energi, paparnya, mengalami transisi yang cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini serta permintaan global akan energi yang terjangkau, bersih, dan terbarukan.

Pemanfaatan sumber energi terbarukan dan digitalisasi sistem energi, kata Berawi, menjadi kunci untuk memastikan kelancaran proses transisi energi. Kerja sama dan kemitraan untuk menjalankan transisi energi yang berkeadilan memerlukan kebijakan energi dan insentif pendanaan yang tepat sesuai dengan konteks kebutuhan dan potensi dari masing-masing negara.

Berawi selaku Co-Chair Science 20 (S20) mengatakan transisi energi menjadi salah satu isu utama yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat peluncuran Presidensi G20 Indonesia pada Desember 2021.

Melalui forum itu, Indonesia dan negara-negara G20 bisa melakukan aksi nyata dan membuat terobosan besar, sehingga hasil kolaborasi tersebut bisa dirasakan masyarakat dunia.

Transisi energi, tambahnya, bukan hanya soal perubahan teknologi pemanfaatan dan penggunaan bahan bakar fosil ke energi terbarukan, tetapi juga terkait aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Lebih Konkret

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (Meti), Surya Darma, meminta pemerintah untuk mengonkretkan komitmen dalam mendorong transisi energi ke dalam kemudahan berinvestasi.

Tanpa fasilitas dan insentif, dunia usaha tidak akan tertarik berbisnis di sektor energi bersih, meskipun tren global mengarah ke sana.

"Pemerintah dan PLN harus sama-sama menarik minat swasta untuk masuk ke bisnis ini, sebab tanpa swasta transisi energi ini hanya sebatas komitmen di atas kertas," tegas Surya.

Baca Juga: