JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri harus dilindungi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, penutupan sejumlah pabrik industri padat karya yang diikuti dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menggangu pertumbuhan ekonomi.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira mengatakan, kendatipun Bank Dunia telah mengubah, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 dari 4,9 persen ke 5,1 persen, namun itu masih bisa meleset karena beberapa indikator menunjukkan tekanan di sektor riil.

"Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri masih terus berlanjut yang sayangnya belum mampu ditutup oleh investasi padat karya yang baru," tegas Bhima kepada Koran Jakarta, Selasa (25/6).

Karenanya, dia menyoroti regulasi yang terkesan mempermudah masuknya barang impor seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Beleid ini banyak industri padat karya seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti meminta pemerintah mendorong pertumbuhan industri karena perlambatan di sektor industri manufaktur ini semakin jelas terlihat saat memasuki triwulan II-2024. Hal itu ditandai dengan maraknya penutupan pabrik hingga penurunan penerimaan.

"Sekarang ini pertumbuhan industri selalu di bawah pertumbuhan ekonomi," ucap Esther dalam diskusi yang digelar Indef bertajuk Presiden Baru Persoalan Lama di Jakarta, Selasa (25/6).

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel menegaskan Indonesia tengah dibanjiri tekstil dan pakaian impor. Mirisnya, kain dan pakaian ini memiliki motif kain tradisional Indonesia seperti motif batik, tenun, sulam, dan songket. Karenanya, hal itu perlu dicegah dengan regulasi yang masih diterima perdagangan internasional.

"Ini mestinya dicegah dengan regulasi yang masih diterima norma perdagangan internasional. Kain tradisional kita itu warisan leluhur. Ada nilai-nilai dan budaya di sana, bukan hanya soal ekonomi," katanya.

Pencegahan ini, ungkap Gobel, harus segera dilakukan agar industri kain tradisional dan seniman kain tradisional tidak punah dan dapat terus berkarya. "Jangan sampai dalam jangka panjang, generasi penerus bangsa hanya akan tahu mengenai kain tradisional ini hanya melalui museum," tegasnya.

Kerugian Berganda

Menurut Gobel, untuk menghasilkan seniman dan pengrajin kain tradisi itu butuh waktu lama. Dan setiap kain tradisional memiliki kekhasan masing-masing. "Belum lagi hilangnya lapangan kerja dan potensi ekonomi. Jadi rugi berlipat akibat kita tak memiliki visi budaya dalam masalah ekonomi ini," tuturnya.

Industri garmen diketahui mengalami kemerosotan akibat banjir impor pakaian jadi maupun impor pakaian bekas akibat over supply di luar negeri dan praktik dumping oleh Tiongkok. Banjirnya produk tekstil ini juga berdampak pada terjadinya PPHK secara masif di industri tekstil.

Baca Juga: