Kebijakan ke depan harus fokus terhadap penyerapan tenaga kerja berbasis sektor riil, mengingat gelombang PHK kian meningkat sebagai dampak transformasi digital, termasuk di industri.

JAKARTA - Pemerintah perlu memperkuat penyerapan tenaga kerja sektor riil di tengah era digitalisasi. Saat ini, digitalisasi ditengarai menjadi penyebab maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengatakan di tengah tren digitalisasi, pola kerja sudah berubah dan digitalisasi menjadi satu hal yang biasa. Karenanya, peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk dapat merespons cepat sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja saat ini dan mendatang, menjadi penting.

"Tugas pemerintah adalah bagaimana membuat policy (kebijakan) ke depan itu dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja yang memang berbasis sektor riil," ujar Aviliani dalam diskusi publik dengan tema Tantangan Ekonomi di Tahun Politik di Jakarta, Kamis (2/3).

Selain itu, dia menuturkan investasi yang masuk ke Indonesia diharapkan dapat menggerakkan industri yang menyerap lebih banyak tenaga kerja seperti industri padat karya dan mempekerjakan tenaga kerja dalam negeri. Di sisi lain, pemberdayaan khususnya terhadap masyarakat menengah ke bawah juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan perekonomiannya sehingga dapat memperkecil kesenjangan sosial ekonomi.

"Memang yang harus diatasi itu adalah kesenjangan karena pertumbuhan bisa tinggi tapi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan itu kan lebih banyak kelas menengah atas, nah yang di bawah ini yang memang setelah BLT (bantuan langsung tunai) lalu bagaimana pemberdayaan itu menjadi penting," ujarnya.

Sektor Informal

Sebelumnya, Kepala Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Jakarta Campus Yudo Anggoro menyampaikan kolaborasi dan inovasi lintas sektor, baik sektor swasta maupun pemerintah dinilai mampu menekan jumlah pengangguran di Indonesia. "Pada kenyataannya masyarakat yang berkecimpung di sektor informal lebih banyak ketimbang sektor formal. Menurut saya inilah yang harus dikolaborasikan agar lebih produktif," kata Yudo, Rabu (1/3).

Dia mengatakan, sektor informal termasuk pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Meski demikian, perlu adanya peningkatan kualitas dan kapabilitas sehingga dapat berkembang lebih besar lagi dan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Menurut dia, sektor formal seperti dunia pendidikan, industri, hingga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung pengembangan talenta muda agar sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja maupun dunia usaha.

Seperti diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengangguran mencapai 8,42 juta orang pada Agustus 2022, porsinya 5,86 persen dari total angkatan kerja nasional. Pengangguran terbanyak dari kelompok usia 20-24 tahun, yakni 2,54 juta orang. Angka ini setara 30,12 persen dari total pengangguran nasional.

Kemudian penduduk usia 15-19 tahun yang menganggur 1,86 juta jiwa (22,03 persen), penganggur usia 25-29 tahun 1,17 juta jiwa (13,84 persen), usia 30-34 tahun ada 608,41 ribu jiwa (7,22 persen), dan usia 60 tahun ke atas 485,54 ribu jiwa (5,76 persen).

Baca Juga: