Untuk mencegah korupsi di kementerin dan lembaga negara, KPK meminta kedudukan aparat pemeriksa internal pemerintah diperkuat.
JAKARTA - Dalam upaya menghilangkan budaya korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta lembaga negara untuk memperkuat kedudukan aparat pemeriksa internal pemerintah (APIP). Untuk itu, KPK telah mengirimkan surat permintaan kepada Presiden Joko Widodo.
"Surat tersebut berisi tiga poin usulan perbaikan. Pertama, soal independensi APIP. Dalam surat tersebut, KPK meminta presiden untuk menempatkan APIP tidak di bawah menteri maupun kepala daerah agar bisa lebih independen dalam menjalankan tugas mereka," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Jakarta, Senin (4/12).
Kedua, KPK meminta pemerintah menempatkan orang berkualitas di dalam instansi pengawas internal mereka. Agus berharap agar inspektorat tidak diisi orang buangan, tapi diisi dengan orang yang berkualitas memiliki kemampuan, menguasai pengadaan, pertanian, jalan, dan lain sebagainya.
Ketiga, kata Agus, soal anggaran. KPK ingin pemerintah meningkatkan anggaran pengawasan di inspektorat. Usulan tersebut diberikan agar penyimpangan dan manipulasi anggaran yang dilakukan pejabat, khususnya di daerah bisa dicegah.
"Maklum saja, KPK saat ini masih menemukan adanya tindakan nakal yang dilakukan oleh kepala daerah dalam mengelola anggaran," kata Agus.
Seperti diketahui untuk tahun 2017 saja misalnya, sejumlah bupati dan wali kota, seperti Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi dan Bupati Kutai Kertanegara, Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi.
Rawan Korupsi
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan pihaknya sedang memantau proses pembahasan hingga pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebab, anggaran daerah rawan dikorupsi oleh oknum pejabat daerah.
"Kami memang sudah lama memantau setiap pengeluaran dan pemasukan anggaran di daerah. Hal itu dilakukan guna mencegah agar dana pembangunan di daerah tersebut menjadi bancakan para pejabat terkait. Dari sisi pencegahan, KPK telah menggapai hampir semua provinsi guna mencari tahu bagaimana daerah mengelola pengeluaran dan pemasukan," kata Saut.
Dalam hal ini, kata Saut, pihaknya telah sempat menyambangi beberapa provinsi di Indonesia untuk program pencegahan. Program tersebut, di antaranya meliputi dialog dengan kepala daerah serta memantau pengawasan dana APBD.
"Nah, ada sejumlah saran perbaikan disampaikan. Nah kalau juga transaksionalnya muncul, dan negara rugi, maka dari situ KPK mencarinya," kata Saut.
Sebagaimana diketahui, KPK baru saja kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Dalam operasi senyap tersebut, KPK mengamankan sejumlah pejabat di Jambi yang diduga melakukan suap pengesahan RAPBD. Belajar dari operasi senyap itu, kata Saut, KPK akan kembali gencar melakukan upaya pencegahan di daerah. Khususnya, dalam proses pembahasan sampai pengesahan APBD.
Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap pembahasan RAPBD Provinsi Jambi, tahun anggaran 2018. Keempat tersangka tersebut yakni anggota DPRD Jambi, Supriyono; Plt Sekda Provinsi Jambi, Erwan Malik; Plt Kadis PUPR Jambi, Arfan; dan Asisten III Bidang Administrasi (Asda) atau bagian umum Pemprov Jambi, Saifuddin.
Dalam kasus ini, KPK berhasil mengamankan uang senilai 4,7 miliar rupiah dari kesepakatan sebesar 6 miliar rupiah yang diduga sebagai pelicin atau 'uang ketok' pembahasan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018. Uang tersebut diduga telah diberikan tiga pejabat Pemprov Jambi kepada anggota DPRD asal PAN, Supriyono untuk memuluskan pengesahan RAPBD Tahun 2018. n mza/N-3