Stabilitas pangan baik nasional maupun regional bisa terancam oleh sejumlah faktor seperti krisis geopolitik seperti perang di Ukraina, perubahan iklim, dan bencana El Nino.

JAKARTA - Tantangan global seperti perubahan iklim, fluktuasi harga komoditas pangan, serta ancaman krisis pangan membutuhkan pendekatan kolektif dan kerja sama lintas negara. Kerja sama regional perlu diperkuat sebab ketahanan pangan di kawasan Asean masih riskan, termasuk Indonesia. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan kolaborasi global maupun regional menjadi keniscayaan dalam mengatasi tantangan di sektor pangan, khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Arief menyampaikan komitmen Indonesia untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Malaysia, terutama dalam aspek penguatan perdagangan komoditas pangan serta pembangunan mekanisme yang lebih efisien dalam mendukung rantai pasok pangan regional. "Kami berharap ke depan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Malaysia semakin berkembang dan saling menguntungkan, terutama di sektor pangan, dapat terus terjalin.

Melalui peningkatan volume perdagangan komoditas, seperti beras, bawang merah, dan produk pangan lainnya, kita dapat saling melengkapi kebutuhan pangan dalam kawasan," jelasnya saat menjadi pembicara dalam seminar "Internasional Food Security in Indonesia and Malaysia" yang dilaksanakan oleh Alumni Universiti Putra Malaysia (UPM) pada Jumat (11/10) di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Arief juga mengatakan peran para alumni UPM, khususnya warga negara Indonesia, sangat penting dalam mendorong terbangunnya kerja sama antardua negara serumpun.

Senada, Guru Besar UPM, Normaz Wana Binti Ismail, mengakui dinamika global seperti perang di Ukraina, perubahan iklim, dan El Nino harus diwaspadai lantaran dampaknya bisa mengganggu stabilitas pangan di Malaysia. Semangat kolaborasi dalam menciptakan ketahanan pangan di setiap negara harus terbangun. Dia juga menekankan pada peningkatan produksi pangan dalam negeri dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi.

Menurutnya, penerapan smart farming dapat memberikan solusi terhadap peningkatan produksi di tengah tantangan ketersediaan lahan dan peningkatan populasi. Sementara itu, General Manager National Farmers Organization (NAFAS), badan usaha berbentuk koperasi yang bergerak di sektor pertanian di Malaysia, Encik Muhammad Faris, mengungkapkan Malaysia mengimpor berbagai komoditas pangan dengan nilai total mencapai angka 78,7 miliar ringgit, sementara nilai ekspor di sektor pangan sekitar 46,4 miliar ringgit. Untuk itu, pihaknya terbuka untuk membangun kerja sama dan kemitraan strategis dengan tujuan bersama mewujudkan perdagangan di sektor pangan yang saling menguntungkan.

Kondisi Riskan

Sementara itu dari Yogyakarta, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan kedaulatan pangan Indonesia masih riskan di tengah perubahan iklim dan konflik geopolitik yang diikuti kebijakan pembatasan dan larangan ekspor pangan.

"Untuk itu, perlu upaya serius untuk memastikan peningkatan produksi pangan dalam negeri khususnya sumber pangan lokal, perbaikan tata niaga dan distribusi pangan, serta penguatan kelembagaan ekonomi rakyat, termasuk masyarakat adat yang bergerak di sektor pangan," tegasnya. Lebih lanjut, Arief Prasetyo berpandangan ekspor dan impor pangan merupakan sesuatu yang biasa dalam perdagangan pangan. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan dan pada saat yang sama juga mengekspor komoditas pangan.

Baca Juga: