Seluruh kebutuhan air gedung-gedung menjadi tanggung jawab PAM Jaya.
JAKARTA - Jajaran eksekutif dan Badan Usaha Milik Daerah PAM Jaya diminta untuk memperketat pengawasanpengguna air tanah Jakarta, terutama yang dilakukan pengelola gedung. Desakan ini disampaikan anggotaKomisi B DPRD DKI, Pandapotan Sinaga, Rabu (14/6).
Pandapotanmenilai pengawasan saat ini kurang maksimal. Padahal, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menyatakan komitmennya untuk tidak ada lagi penggunaan air tanah tahun 2030. "Saya khawatir, kalau penggunaan air tanah ini diteruskan makakontur tanah Jakarta perlahan akan menurun. Ini berpotensi Ibu Kota tenggelam kian besar," ucap Pandapotan.
Pengawasan bisa dilakukan dengan cara memeriksa debit air yang masuk dengan kebutuhan air dalam satu gedung. "Kita cek perbandingan. Untuk bisa mengecek penggunaan airnya berarti jumlah debit masuk dan penggunanya harus jelas," ujarnya.
Jika angka perbandingan mencurigakan, eksekutif wajib memeriksa gedung perkantoran tersebut. Namun di satu sisi, dia juga menekankan PAM Jaya agar memenuhi kebutuhan air untuk seluruh gedung perkantoran Jakarta.
"Semua kebutuhan air harus jadi tanggung jawabPAM Jaya. Ini berarti kita harus bangun investasinya," jelas dia. Sebelumnya, upaya pengawasan air tanah terus dikumandangkan Pemerintah Kota di setiap wilayah. Salah satunya Jakarta Barat.
"Nah, tetap akan kita pantau terkait penggunaan air tanah di perkantoran," kata Yani Wahyu Purwoko saat menjabat Wali Kota Jakarta Barat. Langkah itu dilakukan agar penggunaan air tanah bisa diminimalkansehingga permukaan tanah Jakarta Barat tidak menurun.
Nantinya, pemantauan akan dilakukan langsung oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Barat. Jika ditemukan perkantoran yang masih menggunakan air tanah, dia akan memberikan sanksi.
"Nanti kita minta data awal. Sekarang, kita melakukan pendataan dulu. Kemudian, kita bentuktimeline untukmelakukan pengawasan," ujar dia.
Jangan Terbuai
Sementara itu, anggota DPRD lain mengingatkan agar Pemprov DKI jangan terbuai dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan BPK beberapa waktu lalu. "Itu bukan ukuran keberhasilan. Yang perlu dibanggakan penggunaan anggaran secara efisien terhadap kepentingan masyarakat," tandas anggota Komisi D DPRD, Justin Adrian.
Menurut Justin, ada beberapa yang harus dibenahi Pemprov DKI. Salah satunya terkait pencatatan aset yang kurang maksimal. Catatan sama juga diberikan BPK kepada Pemprov. Justin melanjutkan ada beberapa aset DKI yang seharusnya bisa digunakan sebagai fasilitas sosial dan umum (fasosdanfasum) demi kepentingan masyarakat.
Namun kenyataannya, aset tersebut masih digunakan atau dikuasai swasta atau perorangan. "Ini warisan terkait dengan buruknya manajemen dan inventarisasi aset Jakarta," jelasnya. Justin berharap Pemprov lebih serius membina aset agar tidak jatuh ke orang tidak berhak.
Sebelumnya, BPK mendapati temuan aset yang belum diselamatkan oleh Pemprov DKI Jakarta. "Penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset tetap fasos fasum belum tertib," kata anggota V BPK, Ahmadi Noor Supit, saat menyampaikan hasil pemeriksaan BPK atas anggaran tahun 2022 di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (29/5).
Ketidaktertiban tersebut, kata Supit, meliputi dua bidang tanah fasos fasum yang telah diterima dari pemegang Surat Izin Penguasaan Penggunaan Tanah senilai 17,72 miliar berstatus sengketa.