Alur kegiatan kurban memiliki banyak titik kritis terkait penularan Covid-19 sehingga perlu memperhatikan beberapa faktor risiko penularannya dalam pelaksanaan kurban.

JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengajak seluruh pihak untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kurban sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114/Permentan/ PD.410/9/2014.

Agar pelaksanaan pemotongan hewan kurban memenuhi persyaratan teknis dan dapat menjamin daging kurban yang akan dibagikan kepada masyarakat berstandar Aman, Sehat , Utuh dan Halal (ASUH), terlebih di masa pandemi Covid-19.

"Ditjen PKH Kementan menekankan pelaksanaan kurban tetap harus memperhatikan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19," kata Direktur Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin di Jakarta, Kamis (15/7).

Nuryani menyampaikan Kementan juga mengimbau kepada seluruh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di seluruh provinsi/ kabupaten/ kota agar meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 8017/SE/ PK.320/F.06/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban di Masa Pandemi Covid-19.

"Ini juga untuk menjamin hewan kurban bebas penyakit zoonosis, yang berpotensi menular dari hewan ke manusia saat pelaksanaan hewan kurban," imbuh Nuryani.

Dia menjelaskan, alur kegiatan kurban memiliki banyak titik kritis terkait penularan Covid-19. Sehingga perlu memperhatikan beberapa faktor risiko penularan Covid-19 dalam pelaksanaan kurban.

Mulai dari tempat penjualan hewan kurban, transportasi, tempat penampungan sementara, persyaratan lokasi yang akan dijadikan tempat pemotongan hewan kurban, tatacara penyembelihan hewan kurban, serta distribusi daging agar berjalan sesuai protokol kesehatan (prokes), aspek teknis dan syariat Islam.

Faktor Risiko

Koordinator Substansi Zoonosis, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Tjahjani Widiastuti mengatakan bahwa setidaknya terdapat lima faktor risiko penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan kurban. Misalnya interaksi antar orang dengan jarak yang dekat dan lamanya waktu interaksi pada saat kegiatan kurban.

Selain itu, ada risiko pada saat pembelian hewan kurban dan perpindahan orang antar provinsi/kabupaten/kota pada saat kegiatan kurban. Kemudian, risiko lainnya yaitu status wilayah dengan tingkat kejadian yang tinggi dan penyebaran yang luas di suatu wilayah akan meningkatkan risiko penularan.

"Ada juga risiko penularan seperti droplet pada saat batuk/ bersin dan/atau penularan tidak langsung melalui kontaminasi permukaan benda, dan faktor lainnya seperti komorbiditas, risiko pada usia tua dan penularan pada pengguna transportasi publik," papar Tjahjani.

Berdasarkan data iSIKHNAS (sistem informasi kesehatan hewan Indonesia) pemotongan hewan kurban di Indonesia pada 2020 masih cukup tinggi meskipun jumlah ternak kurban turun sekitar 10 persen dari jumlah pemotongan hewan kurban tahun sebelumnya.

Jumlah ternak kurban pada 2020 yang dipotong secara nasional berjumlah 1.683.354 ekor, terdiri dari domba 313.453 ekor, kambing 813.228 ekor, kerbau 14.773 ekor, sapi 541.900 ekor. Sedangkan data penjualan hewan kurban yang tersebar berada di 8.355 lokasi dengan kondisi yang memiliki izin sebanyak 3.860 dan yang memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) sebanyak 4.903.

Baca Juga: