Pemerintah perlu mengawasi secara ketat ekspor use cooking oil yang didahului dengan memasukkan ekspor jenis ini ke dalam ekspor larangan terbatas.

JAKARTA - Ombudsman RI mengeluarkan sejumlah opsi kebijakan untuk mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng. Salah satunya dengan menaikkan pajak dan levy (pungutan) ekspor terhadap produk turunan crude palm oil (CPO).

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan opsi ini dalam rangka membantu kelompok rentan. Golongan ini, kata dia, harus diberikan bantuan langsung tunai (BLT) imbas kenaikan harga minyak goreng. Tetapi agar tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy ekspor produk turunan CPO.

"Pajak ekspor Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Olein, RBD Palm Oil, RBD Palm Stearin dan Palm Fatty Acid Destilate (PFAD) harus dinaikkan," ucapnya di Jakarta, Selasa (15/3).

Yeka menilai akar permasalahan dari kenaikan harga minyak goreng ini karena tingginya disparitas antara harga domestic price obligtion (DPO), harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pasar. Disparitas harga berkisar antara 8.000- 9.000 rupiah per kilogram (kg).

Karena itu, upaya untuk mengatasi kelangkaan ialah dengan menghilangkan akar permasalahannya, yaitu disparitas harga, lepaskan kepada mekanisme pasar dengan tetap memberlakukan domestic market obligation (DMO) untuk menjamin ketersediaan minyak goreng.

Dia menegaskan, dalam rangka menjamin ketersediaan minyak goreng, pemerintah perlu mengawasi secara ketat ekspor use cooking oil, didahului dengan memasukkan ekspor jenis ini ke dalam ekspor larangan terbatas. Dampak dilepaskan ke mekanisme pasar adalah tingginya harga minyak goreng.

"Oleh karena itu, pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan, seperti keluarga miskin dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mengonsumsi minyak goreng dalam bentuk curah. Caranya dengan melalui BLT," ujarnya.

Seperti diketahui, persoalan kelangkaan minyak goreng ini tak kunjung selesai. Sejumlah kebijakan telah diterbitkan, tetapi kelangkaan tetap terjadi. Akibatnya, pada Sabtu (12/3) seorang ibu meninggal karena kelamaan antre untuk membeli minyak goreng di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Kemarin, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengecek ketersediaan minyak goreng di pabrik. Ia menginstruksikan seluruh Kapolda memperketat pengawasan terhadap ketersediaan minyak goreng di daerah, mulai dari produksi hingga distribusi.

"Nanti tolong dipastikan untuk dipantau. Polri memastikan produsen minyak goreng sudah memproduksi sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat," kata Listyo Sigit.

Potensi Pelongggaran

Menurut dia, hal-hal yang perlu diwaspadai oleh jajaranPolri adalah potensi pelanggaran oleh pihak tidak bertanggung jawab dan hanya mencari keuntungan di tengah kesulitan masyarakat mendapatkan komoditas tersebut.

Potensi pelanggaran yang dimaksud antara lain upaya oknum yang menahan distribusi stok minyak goreng ke pasaran. Polisi di lapangan diminta tidak hanya sekadar memeriksa dokumen saja, melainkan juga memastikan produsen menjalankan kewajiban untuk mendistribusikan minyak goreng ke pasaran.

Sementara itu, Mendag Muhammad Lutfi mengatakan dalam 28 hari terakhir sudah terkumpul lebih dari 500 juta liter minyak goreng untuk masyarakat. Namun, kendala yang ada saat ini ialah penetapan harga oleh penjual belum sesuai HET kebijakan pemerintah meskipun stok komoditas itu tersedia.

Karena itu, pihaknya bersinergi dengan jajaran Polri untuk memutus praktik mafia minyak goreng yang memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. "Sekarang ini, kami juga masih melihat kemungkinan karena tingginya harga dunia menyebabkan orang-orang yang sebelumnya tidak berpikir berbuat curang, bisa-bisa berbuat curang," ujarnya.

Baca Juga: