Indonesia telah mengatur batas usia pernikahan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019 yang menyebutkan Perkawinan diizinkan apabila perempuan dan laki-laki sudah berumur 19 tahun.
Meski begitu masih terdapat kelompok tertentu yang secara massif mengajak anak-anak untuk tidak takut menikah di usia muda. Bahkan, beberapa waktu lalu ditemukan kasus kegiatan promosi untuk nikah muda yang dilakukan Aisha Weddings melalui media sosial dan brosur.
Untuk mengupas terkait pernikahan anak, Koran Jakarta mewawancarai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana upaya pemerintah mencegah terjadinya pernikahan anak?
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), selama ini sangat intensif melakukan kampanye Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak hingga ke tingkat desa. Isu penurunan angka perkawinan anak menjadi salah satu dari 5 isu prioritas arahan Presiden kepada Kemen PPPA.
Advokasi dan sosialisasi pencegahan perkawinan anak terus dilakukan pemerintah bersama seluruh stakeholders. Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak anak.
Terkait kasus promosi untuk menikah muda yang dilakukan Aisha Weddings, bagaimana tanggapan Anda?
Kasus tersebut membuat geram Kemen PPPA dan semua LSM yang aktif bergerak di isu perlindungan anak. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisha Weddings telah mempengaruhi pola pikir anak muda.
Promosi Aisha Weddings bertentangan dengan hukum terutama menyalahi Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019. Kegiatan promosi tersebut juga telah melanggar dan mengabaikan pemerintah dalam melindungi dan mencegah anak menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016.
Bagaimana pemerintah menindaklanjuti kasus tersebut?
Tindakan tersebut telah mengurangi upaya pemerintah dalam usaha menurunkan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat merugikan anak, keluarga dan Negara. Aisha Weddings yang mengkampanyekan nikah di usia muda dan menjual jasa event organizer pernikahan, tidak mempedulikan nasib anak-anak Indonesia, sehingga kasus ini akan kami tindak lanjuti dengan serius.
Kemen PPPA akan mempelajari kasus ini dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, beberapa Kementerian/Lembaga dan NGO. Saya juga berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo dan Kapolri agar dapat dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Dampak buruk apa yang bisa terjadi dengan adanya promosi tersebut?
Kami khawatir, data pribadi anak-anak dan remaja yang tertarik dengan situs tersebut justru disalahgunakan dan mereka menjadi target tindakan pelanggaran hukum lainnya, seperti eksploitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak. Itu sebabnya kami akan melibatkan pihak aparat hukum agar anak-anak tidak menjadi korban.
Selain kasus ini, upaya apa yang bisa mencegah terjadinya pernikahan anak?
Kami selalu memberikan edukasi kepada anak. Anak harus paham hak-hak mereka, bahwa anak berhak atas perlindungan, anak diajarkan untuk mengenal dan menjaga tubuh mereka.
Dengan begitu, anak mampu melindungi diri mereka sendiri dari segala tindak kekerasan dan eksploitasi yang pada akhirnya menghambat tumbuh kembang mereka.
Di sisi lain, pihak orangtua juga kami ajarkan. Bahwa setiap orang tua wajib untuk melindungi anak mereka sendiri maupun anak-anak yang berada di sekitar lingkungan mereka. n m ma'arup/P-4