Peradilan Militer saat ini sudah terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Sebenarnya dari dulu sudah terbuka untuk pelaksanaan sidang, kecuali perkara-perkara yang tertutup untuk umum sesuai dengan undang-undang. Apalagi saat ini sudah ada Pelayanan Terpadu Satu Pintu, sehingga sudah sama dengan pengadilan lain.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) mencatat sejarah baru. Untuk pertama kalinya Wanita Angkatan Udara (Wara) memiliki perwira dengan pangkat bintang dua atau Marsekal Muda (Marsda). Sosok tersebut adalah Marsda TNI Reki Irene Lumme SH, MH yang sejak pertengahan Juli lalu menjabat Oditur Jenderal TNI, Babinkum TNI.

Marsda TNI Reki Irene Lumme SH, MH lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 55 tahun lalu. Reki berasal dari kecabangan Korps Khusus (Sus). Sebelum menjadi Orjen, Reki merupakan Kepala Pengadilan Militer Tiniggi (Kadilmilti) II Jakarta.

Berbagai jabatan sejak berkarier di militer pernah ia jalani, di antaranya Kaurdak Minra Mahmilti III Surabaya, Kaurdal Taud Mahmilgung, Anggota Pokkimmil Golongan VI Dilmil II-08 Jakarta, Kadilmil I-05 Pontianak, dan Waka Dilmil l-04 Palembang.

Setelah itu, ia mendapat amanah sebagai Kadilmil l-04 Palembang, Kadilmil II-08 Jakarta, Anggota Pokkimmilti Golongan IV Dilmilti III Surabaya, Waka Dilmilti II Jakarta, Kadilmilti I Medan, dan memimpin Dilmilti Jakarta.

Ia juga pernah mengikuti seleksi calon hakim agung pada 2019. Dalam makalahnya, dia mengakui salah satu tantangan berat hakim militer yakni bersikap independen.

Reki, anak kedua dari pasangan Bastian Kali Lumme dan Bertha Sarra yang berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Masa kecil hingga sekolah menengah ia habiskan di Pasuruan. Selepas SMA, ia melanjutkan kuliah di Surabaya. Keberhasilannya meraih pangkat Marsekal Muda tidak terlepas dari didikan kedua orang tuanya, terutama sang ayah yang pensiunan perwira pertama TNI AD.

Dalam menjalankan tugas, Reki berprinsip untuk menegakkan keadilan. Salah satu buktinya, dia pernah memutuskan kasus yang berujung pemecatan. Ia memegang prinsip, jangan sampai memutarbalikkan keadilan, jangan membeda-bedakan, jangan menerima suap, harus tetap independen, dan mandiri.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang tugas-tugasnya dan tantangan di jabatan barunya, wartawan Koran Jakarta, Marcellus Widiarto mewawancarai Oditur Jenderal TNI, Babinkum TNI, Marsekal MudaTNI Reki Ieren Lumme SH, MH secara tertulis. Berikut petikan wawancaranya:

Jajaran oditur harus memiliki integritas, moralitas, dan dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Sejauh mana ini dibina agar makin berkualitas dalam menjalankan tugas?

Tentunya melalui bintek-bintek (bimbingan teknis) dan sosialisasi serta dengan pengembangan diri dengan ilmu-ilmu yang diperoleh secara informal atau melalui pendidikan formal yang lebih tinggi.

Seorang oditur wajib bisa menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat, Bagaimana iklim ini dihadirkan di seluruh jajaran oditur?

Orang awam menilai sebagai orang hukum dianggap memahami hukum. Jika kita tidak menemukan "hukum tertulis" yang kita dapat dari belajar, apakah itu kuliah ataupun melalui bintek-bintek/sosialisasi, tentunya kita wajib menggali hukum tidak tertulis untuk menentukan orang itu bersalah atau tidak dalam peraturan peradilan, sehingga diharapkan akan memiliki rasa keadilan di masyarakat. Untuk jajaran Oditurat sebagai penuntut diharapkan juga memenuhi rasa keadilan oleh karena sebagai seorang Oditur sangat perlu menggali nilai-nilai itu.

(Foto : ISTIMEWA)

Sejauh ini apa tantangan berat di oditur militer, jika ada seperti apa?

Saya baru berada di lingkungan Odirurat, sehingga belum menemukan tugas terberat.

Adakah kasus pelik yang menguras energi yang ditangani jajaran Oditurat Jenderal TNI?

Pastinya ada, misalnya kasus-kasus yang menjadi perhatian pimpinan TNI.

Kasus apa yang terbanyak ditangani di jajaran Oditurat Militer?

Prajurit TNI sama dengan masyarakat pada umumnya, sehingga kenakalan-kenakalan yang dilakukan prajurit TNI sama dengan kenakalan-kenakalan yang dilakukan masyarakat umum. Sejauh ini kasus-kasus yang banyak terjadi yang dilakukan oleh prajurit TNI dan dilimpahkan ke Oditurat adalah narkotika, asusila, disersi, penganiyaan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan penipuan.

Bagaimana pandangan Ibu terkait peradilan militer selama ini, apakah ada yang perlu diperbaiki atau bahkan direformasi?

Peradilan Militer saat ini sudah terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi dan sebenarnya dari dulu sudah terbuka untuk pelaksanaan sidang kecuali perkara-perkara yang tertutup untuk umum sesusai undang-undang. Nah kan saat ini sudah ada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang mengutamakan pelayanan publik dan sudah sama dengan pengadilan lain bahkan juga dengan instansi lain.

Apa pandangan Ibu terkait peradilan koneksitas yang oleh beberapa kalangan di Indonesia dinilai belum begitu transparan?

Tentang peradilan koneksitas yang dianggap belum transparan, begini penjelasannya. Untuk menentukan suatu perkara disidangkan secara koneksitas atau tidak, melalui proses panjang sesuai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 198, harus ditentukan sejak awal penyidikan harus ada Tim Koneksitas. Tim ini terdiri dari beberapa lembaga hingga dilimpahkan ke pengadilan pun harus majelisnya juga tim dan melalui proses panjang tentunya akan melanggar hak-hak pribadi terdakwa/tersangka, sehingga lebih banyak di-split agar segera diproses sebagaimana azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Jadi bukan belum transparan, dan saat ini sudah ada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) di Kejaksaan Agung yang nantinya akan menangani perkara-perkara khusus koneksitas, utamanya tindak pidana korupsi.

Bagaimana pengalaman Ibu selama bertugas di TNI, khususnya di jajaran hukum?

Maksud pertanyaan ini apa ya? Saya sejak pangkat Lettu sudah jadi TNI khususnya TNI AU dan sejak awal bertugas di lingkungan TNI, kebetulan saya masuk melalui sarjana (Wamil) lulus langsung pangkat Letnan Satu (Lettu), karena saya sarjana hukum ya bertugas di bidang hukum sampai saat ini. Pengalaman dinas bertugas di TNI khususnya jajaran hukum sama dan para prajurit lain yang bertugas bidang hukum, dan saya lebih banyak di teknis peradilan.

Ibu menjadi perempuan pertama dari Wanita Angkatan Udara (Wara) yang menyandang bintang dua, Marsekal Muda. Ini sangat monumental. Bagaimana Ibu memaknai capaian ini?

Saya diberi anugerah pangkat Perwira Tinggi Bintang Satu saya bersyukur sekali. Apalagi saat ini saya diberi lebih dari yang tidak pernah saya pikirkan. Meski demikian ini tidak menjadi euforia yang berlebihan karena pangkat dan jabatan adalah amanah yang harus saya laksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Apakah pencapaian tersebut sudah cukup atau ada pencapaian lain yang ingin diraih?

Bicara soal puas, manusia selalu saja tidak puas. Tetapi untuk saya itu sudah cukup.

Sebagai perempuan apa tantangan yang kerap ditemui selama berkarier di TNI AU?

Saya lebih banyak berkarier di luar TNI AU, di luar struktur TNI, yaitu lebih banyak di pengadilan sehingga tidak begitu terasa karena bekerja dalam satu komunitas korp hukum sehingga masing-masing individu mengetahui kemampuannya dan tentunya. Tentu ada persaingan antara laki-laki dan perempuan namun tidak terlalu kelihatan. Saya mempunyai prinsip, apa yang menjadi tugas saya, ini yang harus saya laksanakan dengan penuh tanggung jawab. Selanjutnya biarlah pimpinan yang menilainya.

Apa pengalaman berkesan selama bertugas di TNI AU?

Saya bertugas di lingkungan TNI AU hanya tiga tahun, saat awal menjadi prajurit TNI AU. Selanjutnya di Mabes TNI. Ada sedikit pengalaman berkesan saat saya berdinas di Koopsau II Makassar. Saya orang hukum diperbantukan di staf operasi dan diberi tugas untuk menghitung jam terbang masing-masing perwira penerbang di jajaran Koopsau II Makassar. Saya bukan penerbang, saya tidak punya pengetahuan tentang menghitung jam terbang. Perintah atasan saat itu, saya harus bisa melaksanakan. Dengan segala upaya saya lakukan, salah satunya mempelajari sampai bermalam di kantor supaya bisa. Akhirnya bisa juga meskipun hasilnya kurang maksimal.

Apa pesan ibu untuk para perempuan yang berkarier di TNI, khususnya TNI AU?

Bekerja secara professional sesuai bidang kita dan jangan banyak menuntut.

Baca Juga: