JAKARTA - Dinamika perilaku orang Indonesia dalam berbelanja, mencari informasi, bahkan berinvestasi, telah mengalami transformasi besar dalam lima tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari pesatnya perkembangan teknologi, pengaruh media sosial, dan akselerasi digital yang dibawa oleh pandemi Covid-19.

Seiring dengan pergeseran perilaku yang terus berubah, layanan penyedia data dan insights, Populix, melakukan sebuah studi komprehensif. Dari riset ini untuk mendalami perilaku konsumen milenial dan Gen Z di era teknologi yang membentuk peta bisnis tahun 2024 mendatang.

Hasil studi yang berjudul Indonesia Digital Economic and Financial Outlook 2024 ini mengungkap bagaimana teknologi membawa perubahan terhadap perilaku belanja dan aspirasi keuangan milenial dan Gen Z. Kedua generasi ini menunjukkan preferensi yang berbeda dalam berbelanja dan mengelola keuangannya.

Sedangkan generasi Milenial cenderung fokus pada tanggung jawab mereka dalam keluarga, sehingga mereka memiliki perencanaan dan manajemen keuangan yang lebih matang untuk mencapai kestabilan finansial di masa depan. Oleh karena itu, gaya belanja dan prioritas keuangan mereka berpusat pada kebutuhan sehari-hari, tabungan dana pensiun, mempersiapkan dana pendidikan, serta berinvestasi pada instrumen yang minim risiko.

Sedangkan Gen Z, yang mayoritasnya belum berkeluarga, menunjukkan gaya belanja dan manajemen keuangan yang lebih impulsif serta berpusat pada gaya hidup dan hiburan. Keputusan mereka banyak didorong oleh paparan media sosial yang membentuk mentalitas Fear of Missing Out (FOMO).

"Sebagai generasi paling aktif dan melek digital, milenial dan Gen Z akan berada di poros ekosistem ekonomi digital yang mendorong lahirnya inovasi-inovasi baru," Co-Founder dan CEO Populix, Dr. Timothy Astandu dalam webinar Kamis (10/12).

Menurut dia, pada 2024, diprediksikan akan semakin banyak konsumen yang mencari investasi jangka panjang. Olah karenanya diperkirakan akan semakin banyak peningkatan integrasi teknologi ke layanan keuangan, dan pergerakan positif dalam hal inklusi keuangan.

"Hal ini tentu membawa peluang dan tantangan bagi pelaku bisnis, institusi keuangan, dan pemerintah, sehingga riset dan data menjadi semakin penting untuk mengambil keputusan yang tepat," tambah Timothy.

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan pada 2024, ekonomi digital diproyeksikan akan terus bertumbuh secara positif bahkan mencapai dua kali lipat di 2025. Prospek ekonomi digital sangat besar didorong oleh pergeseran perilaku dari milenial dan Gen Z sebagai kelompok konsumen terbesar.

"Oleh karena itu, butuh peran dari industri finansial, baik dari sektorbankingmaupunnon-banking,untuk mendukung pemerataan ekonomi digital, serta regulasi yang kuat dari pemerintah untuk melindungi data pengguna dan keamanan pengguna dari serangan siber," ungkapnya.

Tren perilaku belanja antara Milenial dan Gen Z menunjukkan perbedaan perilaku belanja yang cukup signifikan. Sebagai generasi yang tengah berada di fase berkeluarga, milenial cenderung memiliki tanggung jawab lebih dalam hal perencanaan keuangan.

"Mereka memiliki pos-pos anggaran yang lebih matang untuk berbelanja, berinvestasi, bahkan menyiapkan anggaran untuk masa depan seperti dana pendidikan. Oleh karena itu, milenial lebih memprioritaskan berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari," kata dia.

Di sisi lain, sebagai generasi yang lahir di era teknologi dan tumbuh dalam paparan media sosial, perilaku belanja Gen Z cenderung dipengaruhi oleh tren dan mentalitasfear of missing out(FOMO) alias takut ketinggalan tren. Hal ini mendorong mereka untuk terus berupaya mengikuti perkembangan dengan membeli produk-produk terkini, serta lebih memprioritaskan berbelanja kebutuhan gaya hidup yang bersifat impulsive atausikap melakukan suatu tindakan tanpa memikirkan akibat dari apa yang dilakukan.

Terkait platform belanja,e-commercemenjadi tempat belanja yang paling diminati, dengan 54 persen responden menyatakan preferensi terhadap platform ini. Sebaliknya, berbelanja langsung di toko masih diminati oleh sebanyak 42 persen responden dengan mayoritas berasal dari kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sementara itu, 3 persen responden yang didominasi Gen Z memiliki kecenderungan untuk berbelanja melalui platform media sosial.

Berbelanja secara dari biasa dilakukan setiap 2 sampai 3 kali dalam sebulan, terutama oleh responden di area Bodetabek. Kegiatan belanja secara online ini didominasi oleh pembelian untuk kategori produk sehari-hari, seperti makanan dan minuman (70 persen), perawatan tubuh (68 persen), fesyen (66 persen), kecantikan (52 persen), dan kesehatan (41 persen). Selain itu, studi juga menunjukkan bahwa responden yang memiliki anak cenderung berbelanja lebih banyak dibandingkan responden lajang.

Baca Juga: