Masa pandemi Covid-19 memang telah meluluhlantakkan banyak bidang, namun perguruan tinggi tidak boleh tinggal diam. Perguruan tinggi harus mampu memanfaatkan kondisi pandemi justru sebagai ladang yang bisa diolah seluas-luasnya. Crisis is opportunity.

Perguruan tinggi (PT) menjadi salah satu pilar penting pembangunan bangsa. Tridarma PT mengarahkan mahasiswa maupun dosen untuk tidak hanya fokus pada pendidikan, tapi juga penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Kampus juga harus hadir menyelesaikan masalah-masalah. Jika tidak, sebutan "Menara Gading" akan terus tersemat pada PT.

Pandemi Covid-19 juga memberi bukti PT dapat bersumbangsih dalam proses penanganan. Tidak sedikit produk-produk inovasi PT membantu percepatan penanganan pandemi. Para mahasiswa juga terlibat dalam penanganan, baik menjadi tenaga kesehatan ataupun mengajar.

Adapun pemerintah mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk memberi ruang seluas-luasnya kepada PT. Meski begitu, kebijakan tersebut harus mampu melahirkan sumber daya manusia berkualitas. Di sisi lain, potensi-potensi saat ini harus juga dimanfaatkan dengan optimal. Untuk mengetahui kondisi PT Indonesia lebih dalam, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) yang juga Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Ir Panut Mulyono, dalam beberapa kesempatan. Berikut petikan wawancaranya.

Sebagai Ketua FRI, bagaimana Bapak melihat PT berperan memberi solusi dalam permasalahan masyarakat?

Sebetulnya, potensi perguruan tinggi besar untuk bisa digerakkan menjalankan proyek-proyek yang sudah dilakukan pemerintah. Tinggal kita penguatan-penguatan saja. FRI sendiri telah menjalin MoU dengan berbagai pihak, termasuk kementerian-kementerian. Sekarang kita tinggal implementasi sambil juga menjalin MoU baru dengan berbagai pihak lainnya.

Bagaimana proses pengimpelementasiannya?

Kita bisa memberdayakan mahasiswa-mahasiswa. Misalnya, melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. Kita bisa arahkan mereka untuk terlibat, baik secara praktik maupun pengetahuan atas masalah-masalah rakyat. Contoh, kita sudah menjalin MoU dengan BKKBN terkait percepatan penanganan stunting. Nanti, KKN Tematik kita atur program-program yang sesuai dengan penanganan stunting.

Untuk program pemerintah lain, ada program dana desa. Itu kan besar sekali, tapi belum tentu desa-desa bisa merencanakan dengan baik untuk pembelanjaannya. Nah, ini potensi kita untuk memberi ruang bagi mahasiswa melalui KKN. Mereka dapat memberi pelatihan-pelatihan, mulai dari perencanaan dan prioritas sampai pembukuan. Lalu, pariwisata di Indonesia juga bisa kita tingkatkan kualitasnya dengan keterlibatan mahasiswa. Mahasiswa sangat bisa membuat visualisasi menarik untuk promosi pariwisata. Namun, semua itu bisa tercapai dengan kerja sama, baik kementerian terkait maupun pemerintah desa.

Secara pribadi, apa fokus permasalahan yang menjadi keresahan Bapak?

Saya juga memiliki perhatian pada pembangunan kawasan perbatasan. Itu harus dilakukan dengan baik. Jangan sampai masyarakat Indonesia di perbatasan lebih terlayani oleh negara tetangga, baik fasilitas maupun mata pencaharian. Ini harus diperhatikan pendidikannya dan lainnya.

Bagaimana PT bisa terlibat dalam pembangunan daerah mengingat potensi berbeda-beda?

Peran PT yang utama adalah berkolaborasi di daerahnya. Jadi, misalnya, di satu tempat ada industri apa. Pengembangan industri itu jadi tanggung jawab universitas di daerah tersebut. PT mengerahkan segala daya upaya membimbing, membina, baik industri maupun UMKM di sekitar itu. FRI sendiri segera mendorong dengan membuat MoU dengan kementerian agar ini bisa diimplementasikan oleh para rektor. Di sisi lain, untuk MBKM itu paling cocok, paling tepat dengan industri sekitar. UMKM memerlukan kepakaran kita agar bisa berkembang.

Saat ini, kualitas antar-PT masih ada kesenjangan. Menurut Bapak, bagaimana upaya mengatasi?

Memang, PT berbeda-beda kualitasnya. Bahkan semakin ke bawah, tingkat kualitasnya jumlah PT semakin banyak. Kita bisa membangun suatu aktivitas untuk menguatkannya. Pemerintah memang dulu sudah punya program-program PT asuh. UGM pernah beberapa kali menjadi bapak asuh dari PT yang membutuhkan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas.

Ini bisa kita mintakan untuk diperkuat lagi dan jangkauannya diperluas. Ketika ada dananya kita bisa melakukan itu lebih masif lagi. Di UGM banyak profesor atau guru besar yang ingin mengajar di universitas yang jauh. Namun, masalah ini sering terkendala pada biaya. Siapa yang mau membiayai para guru besar? Ini bisa kita cari bersama FRI menggalang pendanaan untuk pola-pola bapak asuh seperti itu.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo menekankan kesempatan belajar mahasiswa agar lebih luas, termasuk dengan mitra industri. Bagaimana tanggapan Bapak?

Sebetulnya itu sangat baik, namun kenyataannya masih banyak persoalan. Misalnya, jumlah mahasiswa sekian juta. Jumlah perusahaan industri masih sangat terbatas sehingga ketika kita melakukan hal tersebut, nantinya banyak mahasiswa yang dikirim ke perusahaan-perusahaan tidak cocok alias belum sepenuhnya pas untuk belajar bagi mahasiswa, contohnya ada perusahaan sangat kecil.

Kemudian, keilmuan tidak sesuai dengan keinginan mahasiswa untuk belajar yang tinggi, hebat, sehingga PT tidak mudah mengirim ke tempat-tempat yang cocok untuk belajar sesuai dengan kompetensi yang diinginkan mahasiswa.

Terkait kebijakan MBKM sendiri, menurut Bapak, sejauh mana pelaksanaannya?

MBKM kan ada delapan atau sembilan area yang bisa digunakan. Prinsip dari MBKM itu sederhana, mahasiswa diberi kesempatan mengambil 20 SKS di luar tugas kuliah atau di luar prodi dalam universitasnya sendiri. Kemudian, 40 SKS diambil di luar universitasnya. Dalam hal ini, persiapan dari perguruan tinggi agar mahasiswa bisa mengambil mata kuliah dengan mudah di luar prodinya.

Apa tantangan yang dihadapi dalam mempraktikkan kebijakan tersebut?

Banyak kurikulum kita belum siap. PT beragam kualitasnya. Kalau mahasiswa dikirim ke industri atau mengajar di desa selama enam bulan, lalu dikasih 20 SKS, ini belum tentu cocok, SKS mana yang harus diberikan ke mahasiswa. Hal-hal ini tidak mudah atau ekosistemnya belum jadi betul. Kita harus pintar-pintar mengambil makna dari ucapan Presiden kemarin itu.

Kita tetap memberi keleluasaan belajar sesuai dengan kompetensi dan minat. Tapi, prodi tertentu harus menguasai kompetensi tertentu dengan minimum kompetensi tertentu. Makanya MBKM dibatasi tidak diberlakukan untuk kedokteran. Kalau mahasiswa kedokteran dituntut untuk mengajar satu semester, malah rugi.

Dengan tantangan tersebut, bagaimana konsep semestinya?

MBKM sebenarnya konsep yang baik, tapi implementasi tidak mudah karena pendidikan memiliki kompetensi minimal yang diharapkan. Kalau bebas dan tanpa penguasaan kompetensi minimal, kita tidak bisa ke depan membuat proyeksi-proyeksi. Misalnya, sekian tahun lagi ahli teknik sipil akan ada sekian ribu. Kemudian, jumlah dokter farmasi sekian ribu. Lalu, ahli komputer sekian ribu. Itu sulit kalau semua dibebaskan bergerak sesuai dengan keinginan masing-masing. Sayang resource yang digunakan oleh mahasiswa praktikum-praktikum dari semester 1 sampai semester berapa.

Jadi, kompetensi minimal dari prodi harus dipenuhi. Nanti silakan memperkaya diri dengan keahlian diinginkan. Walaupun mahasiswa prodi tidak harus bekerja di tempat yang sama. Fenomena itu sudah berlaku. Sebab, ada orang-orang teknik yang jadi politisi, jadi wartawan juga ada. Ini memang ingin diperkuat. Ingin meningkatkan link and match kesesuaian kompetensi lulusan dengan kompetensi yang diinginkan oleh dunia usaha.

Presiden juga menekankan tentang kompetensi dan profesi baru. Bagaimana strategi PT agar bisa menghasilkan lulusan yang siap?

Sebenarnya, tidak bisa kita mencetak keinginan-keinginan untuk sesuatu yang nantinya belum ada. Bagaimana kita mencetak atau mengajarnya? Mengajarnya yang benar yaitu ilmu-ilmu fundamentalnya atau konsep dasar dikuatkan dan sikap untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Nantinya, dengan logika dasar, mereka bisa memperkaya diri dengan ilmu-ilmu yang diperlukan. Artinya, jika ada tempat kerja baru, diberi pelatihan sedikit, mereka sudah bisa menyesuaikan diri.

Betul sekali, pekerjaan-pekerjaan lama akan usang dan digantikan dengan pekerjaan-pekerjaan jenis baru. Tapi, pekerjaan baru yang akan datang, baru bisa diprediksi dengan hal-hal dasar, seperti teknologi, matematika, algoritma, dan materi-amteri semacam itu. Nanti setelah mahasiswa lulus, beberapa tahun kemudian muncul pekerjaan baru dan dia siap bertransformasi dari pengetahuan yang dia punya.

Bagaimana perkembangan riset PT ke depan mengingat lembaga riset pemerintah saat ini ada di BRIN dan Kemendikbudristek?

Target BRIN itu riset-riset yang tidak terlalu di hulu, tapi di tengah atau di hilir. Tujuan BRIN percepatan produk-produk untuk menjadikan PT sebagai substitusi impor. Penelitian hulu mendapat porsi lebih banyak dari Kemendikbudristek. Tapi, kita coba bicara dengan kepala BRIN untuk minta afirmasi bagi PT yang belum kuat untuk memperoleh pendanaan dari BRIN. PT semacam ini, tentu tidak akan bisa bersaing jika dipertandingkan secara bebas. Ini harus ada pola untuk memberi kesempatan PT untuk mendapat dana penelitian.

Penelitian memang tidak semata-mata harus sesuai dengan kemampuan. Bagi dosen pemula, penelitian meningkatkan kemampuan mengajar. Dengan penelitian, ilmu bertambah, kompetensi meningkat, cara mengajar hebat. Idealnya, semua dosen mendapat kesempatan memperoleh dana baik untuk penelitian.

Dengan adanya pandemi Covid-19, menurut Bapak, bagaimana keberlangsungan PT ke depan?

Saat ini, kita memasuki tahun kedua pandemi Covid-19. Kita sebagai pengelola PT di Indonesia telah merintis pembelajaran daring maupun blended. Fakta itu membuktikan Covid-19 tidak hanya sebagai disrupsi baru, tapi juga mempercepat disrupsi yang sudah terlebih dulu ada.

Covid-19 memang menyadarkan kita bahwa dunia penuh ketidakpastian dan kompleksitas. Meskipun ada kekacauan luar biasa, Covid-19 membuat kita untuk bertindak responsif, antisipatif, dan bersungguh-sungguh. Kita termotivasi untuk melakukan menyusun pendekatan baru yang bersifat radikal guna beradaptasi dan berkembang.

Dalam tempo singkat, jutaan pendidik hampir di semua jenjang menggunakan teknologi digital. Ini menghadirkan kesempatan dalam menjalankan pendidikan secara inovatif. Crisis is opportunity. Universitas harus membaca krisis ini untuk menjadikannya ladang seluas-luasnya. Jadikan krisis sebagai peluang sebesar-besarnya.

Kebijakan MBKM dapat menjadi akselerator dan katalisator kolaborasi yang sinergis dan strategis antarpemangku kepentingan. Kita sangat berharap pemerintah dapat menaruh prioritas dalam mendorong perguruan tinggi untuk pendidikan riset, inovasi, investasi, dan hilirisasi produk inovasi yang benar-benar memandirikan bangsa Indonesia di bidang-bidang strategis.

Kita juga berharap mahasiswa mendapat kesempatan magang di industri dan industri juga berperan secara memadai di PT, baik dalam SDM maupun inovasi.

Riwayat Hidup*

Nama: Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng.

Tempat, tanggal lahir: Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Juni 1960

Istri: Nur Indrianti

Anak: Dua (2)

Pendidikan:

  • Sarjana Teknik Kimia di UGM (1986)
  • Master of Engineering di Tokyo Institute of Technology (1990)
  • Doctor of Engineering di Tokyo Institute of Technology (1993)

Karier:

  • Dosen sejak 1986
  • Dewan Pakar Pusat Studi Energi UGM sejak 1997
  • Asisten Direktur Bidang Keuangan, Departemen Teknik Kimia UGM (2006 -2008)
  • Kepala Laboratorium Analisis Instrumental, Teknik Kimia UGM (2007-2008)
  • Wakil Dekan Bidang Adminstrasi, Keuangan, dan SDM, Fakultas Teknik UGM (2008-2012)
  • Dekan Fakultas Teknik (2012-2017)
  • Rektor Universitas Gadjah Mada (2017-sekarang)

Penghargaan:

  • Dosen Teladan I, Teknik UGM (1996 dan 2012)
  • Piagam Penghargaan Kesetiaan 25 Tahun UGM (2013)
  • Satyalencana Karya Satya XX Tahun dan Satyalencana Karya Satya XXX (2019)
  • Anugerah Academic Leader 2019

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Baca Juga: