Judul : Perempuan Pemimpin: Inspirasi 10 CEO

Penulis : Betti Alisjahbana

Penerbit : Mizan

Cetakan : Januari 2017

Tebal : 290 halaman

ISBN : 978-879- 433-954-1

Buku ini berawal dari minimnya kaum perempuan Indonesia menduduki karier gemilang baik di sektor pemerintahan ataupun bisnis. Dari 34 menteri Kabinet Kerja Jokowi, delapan di antaranya perempuan atau 23,5 persen. Dalam jajaran anggotan dewan yang berjumlah 560 untuk masa jabatan 2014-2019, perempuan 17,3 persen atau 97 kursi.

Di korporasi Amerika, pada tahap awal penerimaan, jumlah perempuan mencapai 53 persen, lalu menjadi 37 persen pada tingkat manajemen menengah. Ada 26 persen pada level manajemen senior dan 14 persen eksekutif. Sisanya, hanya 3 persen di level CEO. "Rupanya, semakin ke atas tambah kecil jumlah perempuan," kata Betti (hlm 11).

Potensi perempuan sebenarnya kompetitif, contohnya rata-rata kemampuan akademis masahasiswa ITB. Dari 1.493 mahasiswa 2015-2016 sebanyak 40,54 persen perempuan. Padahal, sebagian besar program studinya sains dan teknologi. Dari 349 sarjana yang lulus cum laude, 146 di antaranya atau 41 persen perempuan. Di tingkat doktoral dari 19 yang lulus cum laude, 11 di antaranya perempuan.

Berbeda dengan dunia korporasi, jumlah perempuan semakin kecil pada level tinggi, di dunia akademis, tambah tinggi levelnya, angka wanita banyak. Kemudian dari riset terhadap 10 perempuan Indonesia yang sukses besar menjadi CEO, diketahui bahwa banyak perempuan gagal meniti karier karena tidak memiliki keseimbangan emosional. Perempuan memang emosional dalam menghadapi setiap persoalan. "Perempuan harus bisa menjaga hati agar tetap seimbang dan mengupayakan kondisi jangan terlalu dalam bersikap," kata Mira Amahorseya, CEO PT Sarinah (hlm 106).

Keseimbangan antara kerja dan keluarga juga penting bagi perempuan. Karier gemilang perempuan ada saat lajang dan baru menikah. Menginjak usia 30 -45 tahun, lumrahnya karier banyak kendala keluarga. Seperti pelari maraton, perempuan karier harus pintar mengatur stamina dan tekanan psikologis. Yang harus dilakukan menentukan keinginan utama keluarga, karier, dan kehidupan sosial. "Ketika memiliki kejelasan keinginan, akan lebih mudah mengatur waktu dan prioritas (hlm 108)," tambahnya.

Prioritas tersebut dikomunikasikan dengan keluarga sehingga suami bisa paham dan berbagi peran. Dengan begitu, pekerjaan yang secara kultural dibebankan kepada perempuan seperti menyiapkan makanan, berbelanja, atau menjaga anak untuk beberapa kesempatan bisa dikerjakan suami.

Lingkungan kondusif juga menyokong karier perempuan. Kebanyakan pimpinan dalam organisasi di berbagai level adalah laki-laki. Mereka menggunakan ukuran pria untuk menilai perempuan. Ketika perempuan sering kali melibatkan tim untuk mengambil keputusan, bukan secara personal decision maker seperti umumnya laki-laki, lalu dianggapnya kinerja perempuan tidak decisive. Perbedaan style, misalnya, perempuan tidak setegas laki-laki, terlalu emosional dan perbedaan lainnya juga menjadi alasan untuk tidak memercayakan satu amanat kepada mereka. Selain itu, ada kecenderungan melindungi perempuan dari pekerjaan yang dianggap berat sehingga justru membatasi untuk maju (hlm 101).

Buku ini tidak hanya menyajikan profil sepuluh perempuan sukses Indonesia, namun juga perjuangan, strategi, dan usaha memberi ruang kondusif wanita turut aktif membangun bangsa. Mereka percaya adagium Eleanor Roosevelt, "A woman is like a tea bag. You can't tell how strong she is untill you put her in hot water."

Diresensi Redy Ismanto, Mahasiswa Pascasarjana Unesa Surabaya

Baca Juga: