Perempuan kerap menghadapi hal tersebut dikarenakan tertinggalnya kecakapan literasi perempuan di dunia finansial, transformasi digital, dan cyber security dibandingkan dengan laki-laki

JAKARTA - Plt. Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Eko Novi Ariyanti, mengatakan perempuan rentan terjerat pinjaman online (Pinjol). Menurutnya, butuh literasi finansial agar perempuan dapat mencegah diri dari jeratan Pinjol.

"Perempuan kerap menghadapi hal tersebut dikarenakan tertinggalnya kecakapan literasi perempuan di dunia finansial, transformasi digital, dan cyber security dibandingkan dengan laki-laki," ujar Novi, dalam Media Talk Kemen PPPA, di Jakarta, Minggu (5/2).

Dia mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat persentase sebesar 54,95 persen perempuan mendapatkan pinjol sementara laki-laki sebesar 45,05 persen pada tahun 2021. Menurutnya, perempuan yang terjerat dalam kasus pinjol ini dihadapkan pada kebutuhan mendesak, tekanan ekonomi, biaya kehidupan sehari-hari dan sekolah anak-anak, serta perilaku konsumtif.

"Keberadaan pinjol yang menawarkan pencairan dana yang mudah, cepat, dan tanpa banyak syarat menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi berbagai macam tuntutan yang dihadapi. Namun, keberadaan pinjol ilegal berbunga tinggi mengakibatkan masyarakat justru terlilit utang dan perempuan menjadi salah satu korban terbanyak," jelasnya.

Novi menerangkan, pihaknya terus mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan dan anak perempuan sesuai arahan presiden. Dalam kasus pinjol, pihaknya akan terus melakukan upaya-upaya yang dapat memastikan perempuan berdaya secara ekonomi.

Dia menekankan pemanfaatan koperasi yang dapat kembali digencarkan karena keberadaannya yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong yang sudah ada sejak dahulu.

Baca Juga: