BEINING - Media pemerintah melaporkan pada hari Kamis (27/6), Tiongkok akan mengadakan pertemuan politik penting yang secara historis diawasi untuk mendapatkan sinyal mengenai arah ekonomi pada pertengahan Juli, ketika para pembuat kebijakan berupaya untuk menopang pemulihan negara yang terhambat.

Satu setengah tahun setelah pembatasan yang melumpuhkan akibat pandemi Covid-19 berakhir, perekonomian negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini masih belum pulih sepenuhnya, sehingga menimbulkan gelombang kegelisahan di kalangan para pemimpin dan masyarakat.

Dikutip dari Barron, Sidang Pleno Ketiga, yang awalnya dijadwalkan pada musim gugur tahun lalu, sangat dinantikan dengan harapan akan menyelesaikan ketidakpastian dan mengungkapkan rincian strategi Beijing ke depan.

"Pertemuan itu terutama akan mengkaji isu-isu terkait dengan pendalaman reformasi yang lebih komprehensif dan kemajuan modernisasi Tiongkok,' lapor kantor berita negara Xinhua, sekaligus mengumumkan sidang akan digar pada 15-18 Juli.

Pihak berwenang sudah jelas ingin melakukan reorientasi perekonomian dari investasi yang didanai negara, dan sebaliknya mendasarkan pertumbuhan pada inovasi teknologi tinggi dan konsumsi domestik.

Namun ketidakpastian ekonomi memicu lingkaran setan yang membuat angka tersebut tetap rendah.

Sejauh ini, pemerintahan Presiden Xi Jinping telah menolak stimulus besar apa pun, dan pekan lalu kepala bank sentral Tiongkok memperingatkan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi.

Perekonomian masih menghadapi banyak tantangan, katanya, namun pihak berwenang akan bersikap moderat.

Salah satu permasalahan yang paling mendesak adalah krisis yang berkepanjangan di sektor properti, yang telah lama menjadi mesin utama pertumbuhan nasional namun kini terperosok dalam utang, dan beberapa perusahaan terkemuka menghadapi likuidasi.

Pihak berwenang telah mengambil langkah-langkah dalam beberapa bulan terakhir untuk meredakan tekanan pada pengembang dan memulihkan kepercayaan, seperti dengan mendorong pemerintah setempat untuk membeli rumah-rumah yang tidak terjual.

Beberapa tanda positif telah terlihat baru-baru ini, dengan Dana Moneter Internasional bulan lalu merevisi naik perkiraan pertumbuhan ekonomi 2024 menjadi lima persen, sejalan dengan target resmi Beijing.

Namun kendala besar masih ada, sementara ketegangan geopolitik dengan negara-negara Barat juga meningkat.

Uni Eropa sedang bersiap untuk mengenakan tarif baru hingga 38 persen pada kendaraan listrik Tiongkok pada tanggal 4 Juli, sebuah tindakan yang dikutuk oleh Beijing sebagai tindakan yang "murni proteksionis".

UE menyatakan subsidi negara yang besar di Tiongkok telah menyebabkan persaingan tidak sehat di pasar lokal, klaim yang dibantah oleh Beijing.

Amerika Serikat bulan lalu menaikkan tarif impor senilai 18 miliar dolar AS dari Tiongkok, menargetkan sektor-sektor strategis seperti kendaraan listrik, baterai, baja dan mineral penting, sebuah langkah yang diperingatkan oleh Beijing akan "sangat mempengaruhi" hubungan antara kedua negara adidaya tersebut.

Awal pekan ini dalam konferensi Forum Ekonomi Dunia, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang meminta negara-negara untuk "menentang pemisahan".

Baca Juga: